Rabu, Agustus 08, 2012

Nama, Nasab, Istri dan Putra Pitri Rasulullah

Minggu, 19 Februari 2012

Mengenal Nama, Nasab, Istri dan Putra Pitri Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Salam 

http://pcmdekso.blogspot.com/2012/02/mengenal-nama-nasab-istri-dan-putra.html

MUHAMMAD
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Ahlihi Wa Salam
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd



A. NAMA BELIAU SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALAM
Nama-nama beliau adalah 1) Muhammad, 2) Ahmad, 3) al-Mahi, 4) al-Hasyir, 5) al-'Aqib, 6) Nabiy ar-Rahmah, 7) Nabiyu ath-Thaubah, 8) al-Muqaffi, 9) Nabiy al-Malahim (lih. HR Imam Tirmidzi no. 2842, juga diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih, lih. juga asy-Syamail Muhammadiyah oleh Imam Tirmidzi hadist no. 361, lih. juga Sejarah Nabi Muhammad oleh al-Hafidz ibn Katsir, at-Tibyan, Solo, hal.20, (HR Imam Tirmidzi, hadist no: 2842,)
B. NASAB
Dari Ayah
1. Muhammad bin 2. Abdullah (saudara dari al-Harist – az-Zubair –Abu Thalib (Abdul Manaf)– Abu Lahab (Abdul Uzza/Abdul Ka'bah) – Shafiyyah – Ummu Hukaim – Hamzah) bin 3. Abdul Muthalib (Syaibatul Hamd) adik dari Raqayyah, bin 4. Hasyim (Amru) (saudara dari Abdu Syams – Naufal – al-Muthalib – Asad) bin 5. Abdul Manaaf (saudara dari Abdul Uzza – Abdudaar – Abd) bin 6. Qushayy (Zaid) (saudara dari Zuhrah) bin 7. KILAB (saudara dari Taim – Yaqzah (Abu Mahzuum))bin 8. Murrah (saudara dari Addiy – Hushaish) bin 9. Ka'ab (saudara dari Amir – Saamah – Khuzaimah – Sa'ad – al-Harist – Auf) bin 10. Luayy (saudara dari Taim al-Dram), bin 11. Ghalib (saudara dari al-Harist – Muharrib), bin 12 Fihr (saudara dari al-Harist), bin 13. Malik (saudara dari ash-Shalt – Makhlad), bin 14. An-Nadhr (saudara dari Malik – Malkaan), bin 15. Kananah (saudara dari Asad – Asadah – al-Hun), bin 16. Khuzaimah (saudara dari Huzail), bin 17. Mudrikah (Amru) (saudara dari Thabikah (Amir) – Qam'ah, bin 18. Ilyas (saudara dari an-Nas (Ailan), bin 19. Nazar (saudara dari Qudha'ah) bin 20. Ma'ad, bin 21 Adnan (Lih. HR Bukhari no. ____, Sejarah Nabi Muhammad oleh al-Hafidz ibn Katsir, at-Tibyan, Solo, hal.20)
Dari Ibu
1. Muhammad 2. Aminah bin 3. Wahb (adik Wuhayb, ayah Halah ibunda Hamzah paman nabi) bin 4. Abdi Manaf bin 5. Zuhrah bin 6. KILAB
C. WAKTU DAN TEMPAT KELAHIRAN
Lahir di kota Makkah pada hari Senin (HR Ahmad I/277, Bukhari no. 3906, Muslim 1162). Tanggal 2 atau 8 atau 10 atau 12 Rabiul Awwal atau Ramadlan (menurut Zubair bin Bakar, tetapi ini dipandang aneh), pada tahun gajah 50 hari atau 58 hari setelah peristiwa tentara gajah.
D. WAKTU DAN TEMPAT WAFAT
Pada hari Kamis akhir Shafar atau awal Rabiul Awal, Nabi shalallahu alaihi wa salam mengalami sakit pusing-pusing di rumah istrinya Maimunah. Dan minta tinggal di rumah istrinya, Aisyah, mengalami sakit selama 12 hari dan wafat pada waktu dluha hari Senin (HR al-Bukhari no. 680, Muslim no. 419), tanggal 12 Rabiul Awwal 10 H atau 8 Juni 632 M. Pada usia 63 tahun (HR al-Bukhari no. 3536, Muslim no. 2348).
D. ISTRI DAN PUTRA/PUTRI
1. KHADIJAH BINTI KHUWAILID bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay adalah istri pertamanya wafat pada tanggal 10 Ramadlan. Dia pernah cerai dari suami pertama Atiq bin Aidl meninggalkan seorang gadis, Hindun, dan suami kedua, Abu Halah, meninggalkan seorang putra bernama Halah yang meninggal membela Ali radliallahu 'anhu dalam perang Shiffin. Dengan Khadijah radiallahu 'anha Nabi memiliki anak pertama Qasim yang wafat ketika masih kanak-kanak. Putri kedua adalah Zainab istri Abu al-'Ash bin Abdul Uzza dan dikaruniai anak Ali dan Hindun. Zaenab wafat tahun 8 H. Putri ketiga adalah Ruqayyah, pernah nikah dengan Utbah bin Abdul Uzza, lalu nikah dengan Usman bin Affan dan karuniai 1 anak bernama Abdullah. Ruqayyah wafat pada tahun 2 H saat perang Badar. Putri keempat adalah Ummu Kultsum, pernah nikah dengan 'Utaybah bin Abdul Uzza. Kemudian dinikahi oleh Usman bin Affan. Ia wafat pada tahun 9 H. Putri kelima adalah Fathimah, pada usia 15-18 tahun, ia nikah dengan Ali bin Abi Thalib pada bulan Ramadlan 2 H. Dikaruniai anak Hasan, Husain, Muhassin, Zainab, Ummu Kultsum yang diperistri oleh Uma bin Khaththab dan dikarunia anak bernama Zaid bin Umar bin Khaththab. Fathimah wafat 6 bulan setelah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam wafat. Putra keenam adalah Abdullah, yang meninggal ketika masih kanak-kanak.
2. SAUDAH BINTI ZUM'AH AL-AMIRIAH AL-QURAISYIAH. Wafat pada akhir tahun 8 H.
3. AISYAH BINTI ABU BAKAR, dinikahi Nabi pada 1 atau 2 tahun sebelum hijrah. Dan digauli pada syawal tahun 2 H. Ketika Nabi wafat usianya baru 17 atau 19 tahun. Wafat tahun 58 H
4. HAFSHAH BIN UMAR BIN KHATHTHAB, dinikahi pada tahun 3 H. Wafat tahun 40 H. Rasulullah pernah menceraikannya namun rujuk kembali (HR Abu Dawud no. 2283, an-Nasa'i no. 3562, Ibn Majah no. 2016).
5. UMMU SALAMAH, namanya adalah Hindun binti Abi Umayyah. Ia janda dari Abu Salamah (Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Amru bin Makhzum) yang meninggal karena luka perang Badar. Rasul menikahinya pada tahun 3 H dengan wali Umar bin Abi Salamah (HR an-Nasa'i no. 3254). Ia wafat pada tahun 69 H.
6. ZAINAB BINTI JAHSY. Ia dinikahi nabi pada tahun 3 H dan wafat tahun 20 H. Ia adalah janda Zaid anak angkat Nabi shalallahu 'alaihi wa salam. Wali pernikahannya adalah Allah ta'ala (Surat al-Ahzab: 37, HR Bukhari no. 7420,7421).
7. JUWAIRIYYAH BINTI AL-HARIST BIN ABI DHIRAR AL-MUSHTHALIQIYAH. Ia dinikahi pada tahun 6 H. Wafat pada tahun 45 atau 50 H.
8. SHAFIYYAH BINTI HUYAY BIN AKHTHAB AL-ISRAILIYAH AL-HARUNIYAH AN-NADHIRIYAH. Ia dinikahi pada tahun 7 H, saat perang Khaibar. Wafat pada tahun 50 H.
9. UMMU HABIBAH (RAMLAH BINTI ABU SUFYAN SHAKHR BIN HARB BIN UMAYAH BIN ABDUSY-SYAMS). Dinikahi Nabi shalallahu 'alaihi wa salam pada tahun 6 H. Ia janda dari Ubaidillah bin Jahsy. Mahar dibayar oleh Raja Najasyi (HR Abu Dawud no. 2107, an-Nasa'i no. 3350). Ia wafat pada tahun 40.
10. MAIMUNAH BINTI AL-HARIST AL-HILALIYAH. Dinikahi Nabi shalallahu 'alaihi wa salam pada tahun 6 H. Wafat pada tahun 51 H.
11. MARIA BINTI SYAM'UN AL-QIBTHIYAH. Ia adalah seorang budak pemberian penguasa Iskandaria Mesir. Dengan Rasulullah ia memiliki seorang putra bernama Ibrahim, yang meninggal saat kanak-kanak. Ia wafat pada tahun 16 H.
12. RAIHANAH BINTI AMRU. Ia seorang budak tawanan perang Bani Quraizhah.

Hadist Lemah dan Palsu tentang Bulan Rajab

Selasa, 22 Mei 2012

http://pcmdekso.blogspot.com/2012/05/hadist-lemah-dan-palsu-tentang-bulan.html

Hadist Lemah dan Palsu tentang Bulan Rajab
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd
Tentang Doa Memasuki Bulan Rajab
Teks Hadist 1
مسند أحمد - (ج 5 / ص 260)
حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَنْ زَائِدَةَ بْنِ أَبِي الرُّقَادِ عَنْ زِيَادٍ النُّمَيْرِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ...
Musnad Ahmad (5/260): ‘Abdullah menceritakan kepada kami, ‘Ubaidillah bin ‘Umar menceritakan kepada kami dari Zaidah bin Abi ar-Ruqad dari Ziyad an-Numair dari Anas bin Malik, ia berkata,
“Dulu Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bila memasuki bulan Rajab, beliau berdoa, “Ya, Allah berilah kami barakah dalam bulan Rajab dan Sya’ban dan berilah kami barakah pada bulan Ramadhan ...””
Takhrij Hadist
Hadist ini, di samping diriwayatkan oleh Imam Ahmad, juga diriwayatkan oleh al-Bazar hadist no. 426, ath-Thabrani dalam al-Ausath no. 3951, Ibn as-Sunni: 659, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 6/269, al-Baihaqi no. 3815
Komentar Ahli Hadist:
Imam al-Baihaqi mengatakan, “Hadist ini hanya diriwayatkan oleh Ziyad an-Numair yang hanya melewati Zaidah bin Abi ar-Ruqad.” Imam al-Bukhari mengatakan, “Zaidah kalau meriwayatkan hadist dari an-Numairi, hadistnya munkar. An-Numairi ini juga orang yang lemah.”
Derajat hadist – Dlaif (lemah)
Imam al-Bazar, Imam an-Nawawi (wafat 676 H), Imam al-Haitsami (wafat 807 H), Ibn Hajar al-Asqalani (wafat 852 H), dan Syaikh al-Albani (wafat 1420 H) melemahkannya.
Tentang Puasa pada Bulan Rajab
Teks Hadist 2
السلسلة الضعيفة - (ج 4 / ص 397)
عن منصور بن يزيد الأسدي : حدثنا موسى بن عمران قال : سمعت أنس بن مالك يقول: إن في الجنة نهرا يقال له : رجب ، < ماؤه أشد بياضا من اللبن ، و أحلى من
العسل > ، من صام من رجب يوما واحدا ، سقاه الله من ذلك النهر " .
As-Silsilah al-Dlaifah (4/397)
Dari Mansyur bin Zazid al-Asdi, “Musa bin ‘Imran menceritakan kepada kami, ia berkata, “Aku mendengar Anas bin Malik berkata (ini penulis cuplik dari komentar Imam al-Albani), “Sesungguhnya di surga ada sungai, namanya Rajab, airnya lebih putih dari susu dan lebih manis daripada madu. Barangsiapa yang puasa satu hari (saja) pada bulan Rajab maka Allah akan memberinya mium dengan air tersebut.”
Takhrij Hadist
Hadist ini diriwayatkan oleh Abu Muhammad al-Khalal dalam Fadhlu Syahri Rajab (1/11), juga diriwayatkan oleh Imam ad-Dailami dari jalan Mansyur bin Yazid al-Asdi
Komentar Ahli Hadist dan Derajad Hadist
Imam adz-Dzahabi (wafat 748 H), “Dia (Mansyur bin Yazid) tidak dikenal, dan hadistnya batil.” Hal yang sama disampaikan oleh Imam al-Albani. Jadi kesimpulannya hadis ini bathil.
Teks Hadist 3
صَومُ أَوَّلٍ يَومٍ مِنْ رَجَبَ كَفَارَةُ ثَلاَثِ سِنِينَ، وَصِيَامُ الْيَومِ الثَّانِي كَفَارَةُ سِنِتَينِ، وصيام اليوم الثَّالِثِ كفارة سَنَةٍ، ثُمَّ كُلِ يَومِ كفارة شَهْرٍ
Berpuasa pada hari pertama bulan Rajab menghapus dosa selama tiga tahun, berpuasa pada hari kedua menghapus dosa selama dua tahun, berpuasa pada hari ketiga menghapus dosa selama setahun, kemudian untuk setiap harinya menghapus dosa selama sebulan.
Takhrij Hadist
Hadist ini dikeluarkan oleh al-Khilal dalam Fadhail Shahr Rajab melalui ‘Ikrimah dari Ibn ‘Abbas radliallahu ‘anhu dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, bahwa beliau bersabda dst.
Komentar yang meriwayatkannya
Al-Khilal sendiri menyatakan bahwa, " … di dalam hadist ini terdapat periwayat yang tidak aku kenal dan cukuplah dalam amsalah ini pernyataan, "Tidak ada satupun hadist shahih dalam masalah ini."”
Teks Hadist 4
سنن ابن ماجه - (ج 5 / ص 280)
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ الْحِزَامِيُّ حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ عَطَاءٍ حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدِ بْنِ الْخَطَّابِ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صِيَامِ رَجَبٍ
Sunan Ibn Majah (5/280)
Ibrahim bin al-Munzir al-Hizami menceritakan kepada kami, Dawud bin ‘Atha menceritakan kepada kami, Zaid bin ‘Abdil-Hamid bin ‘Abdirrahman bin Zaid bin al-Khaththab menceritakan kepada kami, dari Sulaiman dari ayahnya dari Ibn ‘Abbas bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam melarang puasa pada bulan Rajab.
Takhrij Hadist
Hadist diriwayatkan Ibn Majah, ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir hadist no. 10681, al-Baihaqi no. 3814
Komentar Ahli Hadist dan Derajatnya
Kelemahan hadist ini ada pada Dawud bin ‘Atha’. Imam Ahmad mengatakan, “Dia bukan perawi yang apa-apa (lemah sekali).” Imam Bukhari menyatakan, “Dia munkarul Hadist.” Abu hatim berkata, “Dia perawi yang hadistnya tidak kuat, hadistnya lemah dan munkar.” Ad-daruquthni menyatakan, “Dia perawi yang hadistnya matruk (ditinggalkan), dan perawi yang disepakati ulama mengenai kedhaifannya.” Jadi hadist ini dlaif (lemah) atau bahkan munkar.
Tetapi sebagai penyeimbang hadist ini ada baiknya kita lihat hadist berikut:
مصنف ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 513)
حدثنا أبو معاوية عن الاعمش عن وبرة عن عبد الرحمن عن خرشة بن الحر قال رأيت عمر يضرب أكف الناس في رجب حتى يضعوها في الجفان ويقول كلوا فإنما هو شهر كان يعظمه أهل الجاهلية.
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/513)
Menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah al-Amsy dari Wabarah dari Abdirrahman dari Kharisah bin al-Hirr, katanya, “Aku melihat ‘Umar menarik tangan orang-orang pada bulan Rajab lalu meletakkannya di mangku besar dan ia berkata, "Makanlah, karena ini adalah bulan yang dahulu diagungkan kaum jahiliyah."
Juga hadist berikut
مصنف ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 513)
حدثنا وكيع عن سفيان عن زيد بن أسلم قال سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صوم رجب فقال : " أين أنتم من شعبان
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/513)
Menceritakan kepada kami Waki’ dari Sufyan dari Zaid bin Aslam, katanya, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ditanya tentang puasa pada bulan Rajab. Maka beliau menjawab, “Dimana kalian pada bulan Sya’ban?””

NYADRAN

Minggu, 24 Juni 2012

http://pcmdekso.blogspot.com/2012/06/nyadran-bagaimana-kita-mesti-bersikap.html

NYADRAN – BAGAIMANA KITA MESTI BERSIKAP
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd



Pengertian
Nyadran adalah melaksanakan upacara sadran atau sadranan. Nyadran biasa dilaksanakan pada tanggal 15 Ruwah (Sya’ban) hingga mendekati bulan Puasa (Ramadhan). Ruwahan sering juga disebut ruwahan.

Sejarah
Konon Nyadran adalah tradisi yang diawali oleh Ratu Tribuana Tungga Dewi, Raja Majapahit. Saat itu ia ingin berdoa kepada ibunya yang bernama Ratu Gayatri, dan roh nenek moyangnya yang diperabukan di candi Jabo. Untuk itu disiapkan sesaji yand ditujukan kepada para dewa. Tradisi ini dilanjutkan oleh Prabu Hayam Wuruk.
Konon pula tradisi ini dilanjutkan oleh Wali Songo menjadi nyadran untuk mendoakan para orang tua di alam baka. Bedanya sesaji tidak lagi diperuntukkan kepada para dewa, tetapi sebagai sarana untuk sedekah kepada fakir miskin.

Nyadran Kini
Kini nyadran menjadi agenda tradisi yang banyak dilestarikan oleh pemerintah dari RT hingga kabupaten. Dari sesaji yang paling sederhana berbiaya kecil hingga sesaji mewah berbiaya puluhan juta. Sesaji (hidangan, kalau tak boleh disebut sesaji) biasa dimakan di makam, masjid, atau bahkan alun-alun. Dalam penyajian hidangan ada pula yang mengorbankan binatang korban ditujukan kepada mayat yang sudah dimakamkan. Tradisi di tingkat kabupaten biasa disebut Nyadran Agung.

Ritual Nyadran
1.         Bersih-bersih makam
2.         Mengadakan selamatan (wilujengan) dengan sajian utama kolak, apem, ketan, ambeng, tumpeng, sesajian lain (tukon pasar), dan tentu kemenyan
3.         Berziarah ke makam, mungkin orang tua, nenek moyang, leluhur, orang-orang alim, orang-orang linuwih  yang dekat maupun yang jauh dan melakukan tabur bunga.

Keyakinan-Keyakinan
Mengapa nyadran diselenggarakan pada bulan Sya’ban? Konon jawabannya adalah Jasad dan ruh orang yang meninggal akan terpisahkan pada bulan sya’ban. Atau dengan bahasa yang lain bahwa pada bulan Sya’ban turun ketentuan pisahnya ruh dengan jasad manusia. Menentukan bulan Sya’ban sebagai bulan utama untuk nyadran dan atau untuk berziarah kubur harus disertai dalil. Adakah dalil tentang hal itu?

Permasalahannya
1.         Berasal dari Orang Non-Islam.
Kalau benar tradisi ini meneruskan tradisi yang dilakukan oleh Tri Bhuwana Tungga Dewi, maka selayaknya kita tidak meniru-niru ibadah yang dilakukan oleh orang kafir. Tidak dapat dipungkuri bahwa Tri Bhuana Tungga Dewi, dan Hayam Wuruk adalah orang-orang non-Islam/kafir. Meniru ibadah mereka tidak dibenarkan oleh agama kita ini.
2.         Bersih-bersih makam pada bulan Sya’ban.
Adakah ketentuan dalam agama ini, membersihkan makam pada bulan Sya’ban memiliki keutamaan dari pada membersihkan makam pada bulan lainnya?
3.         Sesajian untuk sedekah untuk kaum fakir miskin.
Rupanya ini perlu dikonsep ulang. Untuk mengindari kesan pesta-pesta (membuat hidangan lalu dimakan sendiri), sedekan lebih bermakna kalau disampaikan dalam bentuk beras, pakaian, atau uang daripada hidangan (yang kadang dimakan sendiri oleh yang membuat hidangan). Dan lagi sedekah pada bulan Sya’ban tidak memiliki keutamaan daripada bulan lainnya.
4.         Peninggalan Wali Songo
Kalau memang ini peninggalan Wali Songo sebagai bentuk dakwah karena keadaan masyarakat saat itu yang begitu sulit menerima ajaran baru, maka sebaiknya kita merenungi komentar Sunan Kalijogo berkenaan dengan tahlilan, “Biarlah nanti generasi setelah kita, ketika Islam telah tertanam di hati masyarakat yang akan menghilangkan
5.         Tabur bunga dan membakar kemenyan.
Adakah contoh dari Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam dan para sahabatnya budaya atau tuntunan untuk melakukan hal itu.

Masih banyak yang lain, karena keterbatasan penulis, penulis sudah menganggap cukup untuk mengajak pembaca merenungkan kembali apakah kita perlu untuk meneruskan dan nguri-uri tradisi nyadran. Penulis hanya mengetahui kaidah, “Seluruh bentuk ibadah itu dilarang, kecuali Allah dan Rasulnya memerintahkan untuk mengerjakannya.” Wallahu a’lam.

Puasa pada Bulan Rajab

Kamis, 02 Juni 2011

Derajat Hadist - Keutamaan Puasa pada Bulan Rajab

http://pcmdekso.blogspot.com/2011/06/derajat-hadist-keutamaan-puasa-pada.html
 
 
Derajat Hadist - Keutamaan Puasa pada Bulan Rajab
oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Maksudnya adalah puasa yang dikerjakan dalam bulan mulia Rajab, dan diyakini sebagai puasa yang diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam, dan diyakini memiliki kelebihan keutamaan-keutamaan atau keistimewaan atau pahala tertentu dibandingkan puasa sunnah yang lain.

Seputar Dalil
Syaikh Ibn Taimimiyah (wafat: 728 H = 1328 M) dalam kitab Majmu al-Fatawa mengatakan, "… mengenai puasa Rajab secara khusus, maka seluruh hadistnya adalah lemah dan bahkan palsu yang tidak dijadikan acuan oleh para ulama, … tetapi tergolong sebagai hadist-hadist palsu yang dibuat-buat."
Ibn Rajab (wafat: 795 H) dalam Lathaif al-Maarif mengatakan, "Tidak ada hadist shahih dari Nabi shalallahu 'alaihi wa salam dan para sahabatnya yang secara khusus menerangkan keutamaan puasa Rajab."
Pernyataan di atas juga disepakati oleh banyak ulama fiqh dan hadist di antaranya adalah Ibn Qayyim al-Jauziyah dalam al-Manar al-Munif, As-Subki (dalam ath-Thabaqat al-Wustha), Imam an-Nawawi (wafat: 676 H) dalam Syarah Muslim, al-Iraqy (wafat: 807 H) dalam Syarh at-Tirmidzi, asy-Syaukani (wafat: 1255) dalam as-Sail al-Jirar, Ibn Himat ad-Dimasyq (dalam at-Tankit wa al-Ifadah), Ibn Hajar al-Asqalani (wafat: 852 H) dalam Tabayyun al-"ujb fi Fadhail Rajab.

Seputar Hadist
1.        Ikrimah meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam bersabda:
صُومُ أَوَّلٍ يَومٍ مِنْ رَجَبَ كَفَارَةُ ثَلاَثِ سِنِينَ، وَصِيَامُ الْيَومِ الثَّانِي كَفَارَةُ سِنِتَينِ، وصيام اليوم الثَّالِثِ كفارة سَنَةٍ، ثُمَّ كُلِ يَومِ كفارة شَهْرٍ
Berpuasa pada hari pertama bulan Rajab menghapus dosa selama tiga tahun, berpuasa pada hari kedua menghapus dosa selama dua tahun, berpuasa pada hari ketiga menghapus dosa selama setahun, kemudian untuk setiap harinya menghapus dosa selama sebulan.
Hadist ini dikeluarkan oleh al-Khilal dalam Fadhail Shahr Rajab, tetapi dia sendiri menyatakan bahwa, " … di dalam hadist ini terdapat periwayat yang tidak aku kenal dan cukuplah dalam amsalah ini pernyataan, "Tidak ada satupun hadist shahih dalam masalah ini."

2.        Dari seorang suku Bahilah, ia datang kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa salam dan berkata, "Ya Rasulallah, aku lelaki yang datang kepadamu pada awal tahun (Muharram) ini."
Nabi bersabda:
صُمُ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ
Berpuasalah pada bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah.
Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah dan al-Baihaqi. Akan tetapi Abu Dawud dan Ibn Majah tidak memberikan komentar terhadap hadist ini. Diamnya Abu Dawud tidak berarti hadist ini shahih karena Abu Dawud selalu mengatakan shahih terhadap hadist yang dia yakini keshahihannya.
Imam al-Albani mengatakan, "(Hadist) ini tidak jayyid (baik) sanadnya, karena perwainya goncang pada sisi-sisi yang telah disebutkan oleh  al-Hafidz Ibn Hajar al-Asqalani dalam at-Tahdzib, dan sesudahnya oleh al-Mundziri dalam Muhtashar as-Sunan, kemudian ia mengatakan, "Dan telah terjadi perbedaan pendapat seperti yang anda ketahui. Sebagian guru-guru kami mendhaifkannya (melemahkannya-red) karena hal itu. Imam al-Albani juga menyatakan, "Hadist ini mempunyai cacat lain, yaitu jahalah (tidak dikenal perawinya)." Isi dari hadist di atas pun, tidak menyebutkan keutamaan puasa sunnah bulan Rajab tetapi bulan awal tahun yaitu bulan Muharram.

3.        Dari Abu Sa'id al-Khudri radhiallahu 'anhu:
من صام من رجب يوما إيمان واحتسابا إستوجب رضوان الله ا لأكبر
Barangsiapa puasa sekali saja pada bulan Rajab karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka ia berhak meraih ridla Allah yang paling besar.
Ibn Hajar al-Asqalani dalam Kitan Tabayyun al-'Ujb berkata, "Matan hadist ini tidak memiliki sumber, tetapi itu hadist buatan Abu al-Birkat as-Siqthi yang kemudian dia buat susunan sanadnya." Maka hadist ini jelas-jelas maudlu (palsu)

Bagaimana Pendapat Sahabat Rasulullah:
Marilah kita perhatikan tindakan Umar ibn Khaththab radliallhu 'anhu kepada orang yang berpuasa sunnah pada bulan Rajab. Umar bin Khaththab menarik tangan orang-orang pada bulan Rajab lalu meletakkannya di mangku besar dan ia berkata, "Makanlah, karena ini adalah bulan yang dahulu diagungkan kaum jahiliyah." HR Ibn Abi Syaibah dalam Muhshannaf-nya, Imam Ahmad).

Bagaimana kita bersikap:
Ada baiknya kita mengikuti pendapat Ibn Hajar al-Asqalani rahimahullah dalam kitabnya Tabayyun al-Ujb bima Warada Fadhli Rajab menyatakan bahwa tujuannya semata-mata berpuasa secara mutlak, atau mengerjakan shalat malam seperti yang dilakukan di luar bulan Rajab, maka yang puasa dan shalat malam demikian itu diperbolehkan. Tetapi bila seseorang mempunyai keyakinan dan anggapan puasa atau shalatnya itu mempunyai kedudukan yang berbeda atau lebih utama daripada puasa dan shalat malam yang dikerjakan di luar bulan Rajab, maka puasa dan shalat malam itu bid'ah.

Amalan Bulan Sya’ban

Rabu, 29 Juni 2011

http://pcmdekso.blogspot.com/2011/06/amalan-amalan-bulan-syaban.html

Amalan-Amalan Bulan Sya’ban
Oleh Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Sebentar lagi bulan Sya’ban datang. Kemudian bulan yang ditunggu-tunggu, Ramadlan. Lalu apa yang mesti kita perbuat:
1.         Bersungguh-sungguh menentukan tanggal 1 Sya’ban
Hal ini harus dilakukan guna mempermudah dalam penentuan awal Ramadlan. Karena sesuai Rasulullah sabdakan bahwa satu bulan kadang-kadang berjumlah dua puluh sembilan hari kadang-kadang tiga puluh hari. Hal ini sesuai dengan ilmu astronomi bahwa bulan mengitari bumi selama 29,5 .. hari. Pada hari ke-dua puluh sembilan umat Islam melakukan ru’yatul hilal untuk menentukan apakah esoh hari sudah bulan baru (Ramadlan) ataukah masih tanggal tiga puluh sya’ban.

2.         Berdoa menyambut hilal baru
Sebagaimana yang disebutkan dalam:
سنن الترمذي - (ج 11 / ص 347) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ سُفْيَانَ الْمَدِينِيُّ حَدَّثَنِي بِلَالُ بْنِ يَحْيَى بْنِ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْهِلَالَ قَالَ اللَّهُمَّ أَهْلِلْهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالْإِيمَانِ وَالسَّلَامَةِ وَالْإِسْلَامِ رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Sunnad at-Tirmidzi – (11/347) – menceritakankan kepada kami Muhammad bin Basysyar, menceritakan kepada kami Abu ‘Amir al-‘Aqadi, menceritakan kepada kami Sulaiman bin Sufyan al-Madini, menceritakan kepadaku Bilal bin Yahya bin Thalhah bin ‘Ubaidillah dari ayahnya dari kakeknya Thalhah bin ‘Ubaidillah: bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam dulu bila melihat hilal, beliau berkata:(اللَّهُمَّ أَهْلِلْهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالْإِيمَانِ وَالسَّلَامَةِ وَالْإِسْلَامِ رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ) Ya Allah, terbitkanlah hilal itu kepada kami, dengan keberkahan, keimanan, keselamatan, dan keislaman. (Jadikanlah dia) hilal kebaikan dan petunjuk. Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah. Abu ‘Isa berkata: hadist ini hasan gharib
Catatan: Doa ini bukan doa khusus bulan Ramadlan, tetapi doa setiap kita melihat hilal.  

3.         Mengganti puasa Ramadlan sebelumnya yang tertinggal.
Sungguh melalui hadist shahih Ummul Mu’minin Aisyah radliallahu ‘anha sering mengganti puasa Ramadlan yang tertinggal pada bulan Sya’ban karena bulan-bulan sebelumnya beliau lebih banyak bertugas mendampingi Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam.

4.         Memperbanyak puasa
صحيح البخاري - (ج 7 / ص 78) حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي النَّضْرِ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
Dalam Shahih al-Bukhari – (7/78) menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, mengabarkan kepada kami Malik dari Abi an-Nashr dari Abi Salamah dari ‘Aaisyah radlallahu ‘anhu: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam selalu berpuasa hingga kami berkata: Beliau tidak pernah berbuka. Beliau selalu berbuka hingga kami berkata: Beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah melihat Rasulullah shalallahu alaihi wa salam berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadlan, dan aku tidak pernah melihatnya memperbanyak puasa kecuali dalam Sya’ban.
Dan masih banyak lagi hadist yang menerangkan untuk memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban.

5.         Tidak perlu melakukan puasa nishfu sya’ban.
Puasa nishfu sya’ban adalah puasa yang dilakukann pada tanggal 13, 14, 15 bulan sya’ban dengan keyakinan bahwa Allah akan turun ke bumi saat matahari terbenam dan akan mengampuni dosa-dosa orang yang melakukan puasa pada pertengahan Sya’ban, seperti hadist-hadist berikut:
إذا كانت ليلة النصف من شعبان، فقوموا ليلها، وصوموا يومها: فإن الله تبارك و تعالى ينزل فيها الشمس إلى السماء الدنيا، فيقول: ألا من مستغفر فأغفرله، 
Apabila datang malam nishfu sha’ban (pertengahan bulan Sya’ban), maka lakukanlah sholat di malamnya, dan berpuasalah di siang harinya. Sebab Allah tabaroka wa ta’ala turun ke langit dunia pada waktu terbenamnya matahari, dan berkata: Adakah orang yang meminta ampunan sehingga Aku akan mengampuninya. …(HR Ibn Majjah)
Hadist ini diriwayatkan Imam Ibn Majjah dalam Sunannya hadist no. 1388. Akan tetapi para ulama hadist menegaskan bahwa hadist ini dhaif jiddan (lemah sekali) atau bahkan maudlu (palsu). Dalam jalur sanadnya ada Abu Bakr bin Abdullah bin Muhammad bin Ibn Abi Sabrah. Para ulama menuduhnya telah memalsukan hadist. Imam Ahmad, Imam Ibn Hibban, Imam al-Hakim dan Ibn ‘Adli menuduhnya sebagai pemalsu hadist, sebagaimana disebutkan dalam Tahdzib at-Tahdzib. Menurut Imam al-Mundziri, hadist tersebut dhaif. Demikian pula menurut al-Bushairy dalam Kitab Zawaid Ibn Majjah. Kesimpulan hadist tersebut dhaif (lemah) atau bahkan maudhu (palsu). Wallahu a’lam bishawab. (Dinukil dari Bagaimana Memahami Hadist Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam karya DR. Yusuf Qardhawi, Karisma, Bandung, 1999, lihat Juga Puasa Sunnah Hukum dan Keutamaannya, Karya Usamah Abdul Aziz, Darul Haq, Jakarta, 2004, Hal 62.)
Atau mungkin berkeyakinan bahwa puasa nishfu sya’ban sama dengan puasa selama 120 tahun seperti yang dkatakan oleh hadist palsu berikut:
Ali bin Abi Thalib radliallahu ’anhu bahwa Rasulullah bersabda:
فإنْ أصْبح فِي ذلك اليومِ صائما كانَ كِصيامِ سِتِّينَ سَنَةً مَاضِيَةً و ستين سنة مُسْتَقْبَلَةً
Bila pada hari itu seseorang berpuasa maka ia seperti berpuasa selama enam puluh tahun yang lalu dan enam puluh tahun yang akan datang. HR Ibn al-Jauzi dalam al-Maudlu’at (hadist-hadist palsu) Hadist ini dikumpulkan oleh Ibn al-Jauzi dalam kitab al-Maudlu’at yaitu kitab memuat hadist-hadist palsu. Jadi hadist di atas MAUDLU atau palsu.
Hadist-hadist berkenaan dengan puasa Nisfu Sya’ban berderajad dlaif/lemah dan maudlu/palsu. Sehingga tidak syah melaksanakan puasa nisfu sya’ban berdasarkan hadist tersebut. Keutamaan puasa nisfu Sya’ban sama dengan puasa pertengahan bulan (puasa putih yaitu tanggal 13, 14, 15) sama dengan keutamaan pertengahn bulan lainnya.

6.         Tidak perlu melakuan shalat alfiyah
Shalat alfiyah adalah shalat malam yang dilakukakan pada pertengahan guna menghidup-hidupkan pertengahan Sya’ban. Disebut shalat alfiyah atau shalat seribu karena di dalam shalat malam yang dilakukan dalam 100 rakaat itu dibacakan surat al-Ikhlas seribu kali yaitu setiap rakaatnya membaca surat al-Ikhlas 10 kali.
Adapun hadist-hadist yang berkenaan dengan shalat nishfu sya’ban berdasarkan hadist palsu berikut:
سنن ابن ماجه - (ج 4 / ص 301)حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَنْبَأَنَا ابْنُ أَبِي سَبْرَةَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
Dalam Sunan Ibn Majah (4/301) – Menceritakan kepada kami al-Hasan bin ‘Ali, menceritakan kepada kami ‘Abdurrazaq menegaskan kepada kami dari Ibn Abi Sabrah dari Ibrahim bin Muhammad dari Mu’awiyah bin ‘Abdillah bin Ja’far dari ayahnnya dari ‘Ali bin Abi Thalib, ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: Bila malam pertengahan bulan Sya’ban tiba maka lakukanlah shalat di malamnya dan puasa pada siangnya, karena sesungguhnya Allah turun pada malam itu saat matahari tenggelam ke langit dunia, lalu berfirman: Adakah orang memohon ampun? Maka Aku pasti mengampuninya, Adakah orang yang meminta-minta? Maka Aku pasti memberinya. Adakah orang yang tertimpa musibah? Maka Aku pasti menyelamatkannya. Adakah seperti ini? Adakah seperti ini? Hingga tebit fajar.
Akan tetapi hadist ini dhaif jiddan/lemah sekali. Sisi kelemahan hadist ini pada Ibn Abi Sabrah (beliau adalah Abu Bakar bin Abdillah bin Muhammad bin Ibn Abi Sabrah). Ibn Ma’in mengatakan: Hadistnya sangat lemah. Ibn al-Madini berkata: Dia perwai yang lemah hadistnya. Ibn Adi berkata: mayoritas riwayatnya tidak shahih dan dia termasuk para pemalsu hadist.
الموضوعات - (ج 2 / ص 127) أما طريق على عليه السلام: أنبأنا محمد بن ناصر الحافظ أنبأنا أبو على الحسن بن أحمد بن الحسن الحداد أنبأنا أبو بكر أحمد بن الفضل بن محمد المقرى أنبأنا أبو عمرو عبدالرحمن بن طلحة الطليحى أنبأنا الفضل بن محمد الزعفراني حدثنا هارون بن سليمان حدثنا على بن الحسن عن سفيان الثور عن ليث عن مجاهد عن على بن أبى طالب عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال - ما يملى - ) يا على ( من صلى مائة ركعة في ليلة النصف، يقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب وقل هو الله أحد عشر مرات قال النبي صلى الله عليه وسلم: يا على ما من عبد يصلى هذه الصلوات إلا قضى الله عز وجل له كل حاجة
Dalam Kitab al-Maudlu’at karya Ibnul Jauzi (2/129) – melaui jalur Ali ‘alaihis-salam: Muammad bin Nashir al-Hafidz – Abu Ali al Hasan bin Ahmad bin al-Hasan al-Hadad – Abu Bakar bin al-Fadhl bin Muhammad al-Mukri – Abu Amru ‘Abdurrahman bi Thalhah al-Thalihi – al-Fadhl bin Muhammad al-Za’farani – Harun bin Sulaman – Ali bin al-hasan dari Sufyan ats-Tsauri dari Laits dari Mujahid dari Ali bin Abi Thalib dari Nabi shalallahu ‘aialihi wa salam, bahsanya beliau bersabda: Wahai ‘Ali. Siapa yang shalat seratus rakaat dalam malam nishfu (pertengahan sya’ban), dengan membaca pada setiap rakaatnya dengan al-Fatihah dan ‘qul huwallahu ahad seratus kali? Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam: Wahai ‘Ali tidaklah dari seorang hamba melakukan shalat dengan shalat ini kecuali Allah ‘aza wa jala akan memenuhi baginya seluruh keperluannya.
Ibnul Jauzi menuliskannya dalam al-Maudhu’at karena keyakinannya bahwa hadist ini maudhu’/palsu. Ibnul Qayyim dalam al-Manarul Munif (hal 98-99) berkata: Diantara contoh hadist-hadist maudhu’ adalah tentang shalat nishfu sya’ban. ... Padahal shalat seperti ini baru disusupkan dalam Islam setelah tahun 400 h ... Imam an-Nawawi dalam Fatawa (hal 26) berkata: Shalat Rajab dan Sya’ban keduanya merupakan bid’ah yang jelek dan munkar.

7.         Tidak mengkhususkan ziarah kubur pada bulan Sya’ban
Sebagaimana diketahui ziarah kubur diperbolehkan untuk dua manfaat. Yaitu ibrah (pelajaran – bahwa kita akan mati), mendoakan orang Islam yang meninggal. Ziarah kubur diperbolehkan kapan saja dan dimana saja asalkan yang berdekatan dengan rumah kita atau kebetulan saja kita lewat kuburan. Adapun menyengaja mengunjungi kuburan para orang shalih yang jauh-jauh (seperti ziarah wisata) tidak ada contoh dari Nabi atau shahabat yang melakukannya. Demikian juga mengkhususkan ziarah kubur pada bulan Sya’ban, juga tidak pernah dicontohkan oleh nabi dan para shahabat.
Meyakini mengunjungi makam tertentu pada waktu tertentu dengan keutamaan tertentu harus disertai dalil-dalil dari as-Sunnah al-Makbulah.

8.         Tidak melakukan puasa satu dua hari untuk mendahului puasa Ramadlan sebagai bentuk kehati-hatian.
Sungguh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam melarang melakukannya.
سنن الترمذي - (ج 3 / ص 109) حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ الْأَشَجُّ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ الْمُلَائِيِّ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ صِلَةَ بْنِ زُفَرَ قَالَ كُنَّا عِنْدَ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ ... فَقَالَ عَمَّارٌ مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يَشُكُّ فِيهِ النَّاسُ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dalam Sunnan al-Tirmidzi (3/109) – menceritakan kepada kami Abu Sa’id Abdullah bin Said al-Asyajj mengabarkan kepada kami Abu Khalid al- Ahmar dari Amr bin Qais al-Mulai dari Abi Ishaq dari Shilah bin Zufar, ia berkata: Dulu kami bersama ‘Ammar bin Yasir ... maka ‘Ammar berkata: Barangsiapa puasa pada hari yang manusia ragukan sungguh dia sudah durhaka kepada Abu al-Qasim shalallahu alahi wa salam.
Hari yang manusia ragukan adalah hari sesudah tanggal 29 Sya’ban yaitu ketika saat itu orang-orang ragu-ragu apakah hari itu tanggal 30 Sya’ban ataukah 1 Ramadlan. Islam mengatur hendaknya kita puasa sesudah kita yakin bahwa saat itu sudah tanggal 1 Ramadlan yaitu ditandai terlihatnya hilal pada maghrib. Dan Abu al-Qasim adalah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam. Wallahu a’lam bishshawab

PUASA PADA BULAN SYA'BAN

Selasa, 14 Juni 2011

http://pcmdekso.blogspot.com/2011/06/seputar-puasa-pada-bulan-syaban.html

SEPUTAR PUASA PADA BULAN SYA'BAN
Oleh: Sugiyanta



Maksudnya puasa yang dikerjakan dalam bulan mulia Sya'ban, dan diyakini sebagai puasa yang diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam, dan diyakini memiliki kelebihan keutamaan-keutamaan atau keistimewaan atau pahala tertentu dibandingkan puasa sunnah yang lain.

Seputar Hadist Puasa Sunnah Sya’ban

1.                   Aisyah radliallahu 'anha berkata,
... و ما رأيتُ رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَسْتَكْمَلَ صِيامَ شهْرِ قَطُّ إِلاَ رمضانَ، وَمَا رأيتهُ فِي شَهرِ أَكْثَرَ مِنهُ صيامًا في شَعبانَ
dan aku tidak pernah melihat Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadlan dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa dalam suatu bulan lebih banyak dari pada bulan Sya'ban. (Shahih dan disepakati Imam Bukhari dan Imam Muslim, lafadz hadist menurut Imam Muslim, lihat Bulughul Maram, hadist ke 702).

2.                  Aisyah radliallahu 'anha berkata,
وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطٌّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ، كَانَ يَصُومُ إِلاَ قَلِيلاً
Aku tidak pernah melihatnya berpuasa dalam satu bulan melebihi banyaknya puasa yang beliau lakukan pada bulan Sya’ban sebulan penuh, dan kadang beliau berpuasa pada bulan Sya’ban sedikit (beberapa hari) (HR Muslim hadist no. 1156)
Kedua hadist di atas adaah hadist shahih. Berdasarkan hadist kita diperbolehkan (disunnahkan) untuk memperbanyak puasa pada bulan Sya'ban.

Seputar Hadist Puasa Nisfu Sya’ban
Yang dimaksud puasa Nisfu Sya’ban adalah puasa yang dilakakukan pada pertengahan sya’ban.

3.        Dari Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda:
إذا كانت ليلة النصف من شعبان، فقوموا ليلها، وصوموا يومها: فإن الله تبارك و تعالى ينزل فيها الشمس إلى السماء الدنيا، فيقول: ألا من مستغفر فأغفرله،  …
Apabila datang malam nishfu sha’ban (pertengahan bulan Sya’ban), maka lakukanlah sholat di malamnya, dan berpuasalah di siang harinya. Sebab Allah tabaroka wa ta’ala turun ke langit dunia pada waktu terbenamnya matahari, dan berkata: Adakah orang yang meminta ampunan sehingga Aku akan mengampuninya. …(HR Ibn Majjah)

Hadist tersebut diriwayatkan Imam Ibn Majjah dalam Sunannya hadist no. 1388. Dalam jalur sanadnya ada Abu Bakr bin Abdullah bin Muhammad bin Ibn Abi Sabrah. Para ulama menuduhnya telah memalsukan hadist. Imam Ahmad, Imam Ibn Hibban, Imam al-Hakim dan Ibn ‘Adli menuduhnya sebagai pemalsu hadist, sebagaimana disebutkan dalam Tahdzib at-Tahdzib. Menurut Imam al-Mundziri, hadist tersebut dhaif. Demikian pula menurut al-Bushairy dalam Kitab Zawaid Ibn Majjah. Kesimpulan hadist tersebut dhaif (lemah) atau bahkan maudhu (palsu). Wallahu a’lam bishawab. (Dinukil dari Bagaimana Memahami Hadist Nabi karya DR. Yusuf Qardhawi, Karisma, Bandung, 1999, lihat Juga Puasa Sunnah Hukum dan Keutamaannya, Karya Usamah Abdul Aziz, Darul Haq, Jakarta, 2004, Hal 62.)

4.                   Dari Ali bin Abi Thalib radliallahu ’anhu bahwa Rasulullah bersabda:
فإنْ أصْبح فِي ذلك اليومِ صائما كانَ كِصيامِ سِتِّينَ سَنَةً مَاضِيَةً و ستين سنة مُسْتَقْبَلَةً
Bila pada hari itu seseorang berpuasa maka ia seperti berpuasa selama enam puluh tahun yang lalu dan enam puluh tahun yang akan datang. HR Ibn al-Jauzi dalam al-Maudlu’at (hadist-hadist palsu)
Hadist ini dikumpulkan oleh Ibn al-Jauzi dalam kitab al-Maudlu’at yaitu kitab memuat hadist-hadist palsu. Jadi hadist di atas MAUDLU atau palsu.

Kesimpulan:
Hadist-hadist berkenaan dengan puasa Nisfu Sya’ban berderajad dlaif/lemah dan maudlu/palsu. Sehingga tidak syah melaksanakan puasa nisfu sya’ban berdasarkan hadist tersebut. Keutamaan puasa nisfu Sya’ban sama dengan puasa pertengahan bulan (puasa putih yaitu tanggal 13, 14, 15) sama dengan keutamaan pertengahn bulan lainnya.

Seputar Hadist Puasa Akhir Bulan Sya'ban
Maksudnya adalah puasa yang dilakukan pada tanggal 30 Sya’ban sebagai rasa hati-hati apakah saat itu sudah tanggal satu Ramadlan atau belum.

5.    Larangan puasa satu atau dua hari mendahului puasa Ramadlan
من صامَ الْيَومَ الَّذِي يَشُكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَي أَبَا الْقَاسِم
Barangsiapa pada hari yang diragukan  sungguh ia telah durhaka kepada Abu al-Qasim (HR Bukhari no. 119, Abu Dawud no.3334, Tirmidzi no. 686) Yang dimaksud dengan hari yang diragukan adalah hari saat apakah hari itu sudah masuk Ramadlan atau belum/ tanggal 30 Sya’ban)

Marroji
Ibn Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram
Usamah Abdul Aziz. Puasa Sunnah Hukum dan Keutamaannya. (Syiyam ath-Tathawu' Fadhail wa Ahkam. Darul Haq Jakarta. 2005
Muhammad Nashiruddin al-Albani. Terjemah Tamamul Minah Koreksi dan Komentar secara Ilmiah terhadap Kitab Fiqfus Sunnah Karya Sayyid Sabiq. (Tamamul Minah fit-Ta'liq 'ala Fiqhus Sunnah). Maktabah Salafy Tegal
Yusuf Qardhawi, DR., Bagaimana Memahami Hadist Nabi  shalallahu 'alaihi wa salam , Karisma, Bandung,
             1999