Senin, Oktober 05, 2015

Pawai Takbir “DWIPANGGA PAKCI” pada Festival Pawai Takbir Jamasba ke 17 tahun 1436 H / 2015 M


DWIPANGGA PAKCI



Alhamdulillah .... Subhanallah .... lâ haulâ wa lâ quwwata illâ billâh...Allahu akbar..

Menyaksikan penampilan Pawai Takbir “DWIPANGGA PAKCI” pada Festival Pawai Takbir Jamasba ke 17 tahun 1436 H/2015 M,  saya terbawa dalam suasana karnaval internasional  yang sangat berkelas, kreatifitas dan totalitas dalam berkreasi seni dalam syiar dan dakwah sangat terasa disini.
Mulai dari kostumnya yang terlihat mewah meski dengan bahan yang sederhana hasil kreatifitas sendiri, bukan dalam balutan kostum drumband yang beli jadi di toko-toko.
Lampion burung-burung ababil yang sangat memukau, ketika dalam keremangan malam justru dia akan menjadi sangat terang dan menunjukkan keindahan dan keanggunan sebagaimana burung-burung dari syurga, atraksi di waktu jalan dengan meliuk, mengepak, dan berkerlap-kerlip  seiring dan seirama dalam alunan takbir juga sangat dinamis dan enerjik,  menunjukkan kekuatannya dalam mengalahkan kesombongan dan keangkara-murkaan.
Maskot gajah/dwipangga, meski bentuknya sederhana dan tidak sebesar gajah afrika dari Raja Abrahah, justru di sinilah nilai lebihnya, karena ditangan para pembawa/pengendali  yang sangat ahli dalam menggerakkan dengan sangat kompaknya yang berjumlah 6 orang itu, dia bukan lagi gajah yang sederhana yang berwarna kelabu. Atraksi gerakanya bagaikan gerak tarian gajah yang sangat natural, bahkan dikejauhan tidak nampak lagi seperti patung gajah yang kita kenal. Mulai dari kepala, telinga, belalai, dan ekornya, semua bergerak melambai, mengayun, menggeleng, dan menghentak. Dia menampakkan layaknya seekor gajah yang sedang berjalan dan berlenggang. Hal ini juga sangat terlihat pada waktu display, ketika terjadi penyerangan oleh sekelompok burung-burung ababil, betapa kelihatan dalam ekspresi gerakan-gerakan bahwa dia sangat marah, gusar, dan kesakitan seiring dengan iringan musik dengan intonasi yang sangat cepat hingga mencapai klimaksnya, sehingga dia menjadi tidak berdaya hingga akhirnya ambruk dan mati.
Harmonisasi Musik sangat dominan disini. Warna musik dan peralatan instrumen yang diusung dan ditampilkan dengan latar belakang musik tradisional gamelan jawa yang dipadu dengan beberapa instrumen modern/drum elektrik dan double Tom-Tom, menghasilkan paduan nada akulturasi yang sangat kreatif. Sebagai musik pengiring takbir terdengar sangat menyatu dan saling mengisi, hal ini sangat jauh berbeda ketika takbiran itu diiringi dengan Brumband atau Drumcorp, perpaduannya justru seperti sangat dipaksakan. Dengan iringan musik instrumen gamelan yang mengalir bagaikan aliran air dari hulu ke hilir, diselingi dengan alunan riak-riaknya yang indah dan sesekali menghentak dan menghantam bagaikan gelombang atau air terjun yang menerpa bumi, alunan takbir yang menjadi inti dari Festival pawai Takbir ini iramanya menjadi  terasa sangat megah tetapi anggun sesuai untuk mengungkapkan kebesaran Allah.
Penampilan Display Dwipangga Pakci yang diambil dari Q.S. Al Fill ini seperti Pertunjukan Teaterikal di Broadway. Semua peserta pawai terlibat sangat aktif memainkan peranannya masing-masing. Display dibuka dengan alunan takbir dan komposisi gerak bunga mekar, memperlihatkan keindahan dan pesona Kota Makkah dimana terdapat Ka’bah pada waktu itu. Kemudian datanglah pasukan Raja Abrahah yang sombong dan congkak dengan mengendarai gajah yang akan menghancurkannya, sehingga bunga indah yang mekar itupun hancur berantakan. Musik-pun berubah menjadi cepat dan menghentak, mengiringi datangnya burung-burung ababil yang membawa batu-batu panas, semua pembawa burung berlari kencang mengelilingi gajah, puluhan burung yang berpendar-pendar dengan kilau lampu LED itu mengepak dan meliuk-liuk, dan lemparan bola-bola karet sebagai gambaran batu-batu panas yang dibawa burung ababil tersebut, sungguh merupakan atraksi yang sangat indah sekaligus mencekam, mengingatkan pada sebuah pertunjukan tari kolosal yang sangat berkelas, kemudian alunan musik menghentak dan berdentam itu mencapai klimaknya bertepatan dengan jatuh/ambruknya gajah sebagai bentuk kekalahan tentara Raja Abrahah.  Iringan musik kemudian dibuka dengan pukulan drum dilanjutkan dengan dentingan instrumen gamelan, mengiringi alunan  gema suara takbir, sebagai lambang sebuah kemenangan,  peserta pawai kembali berjajar rapi dan melanjutkan barisanya. Meski tidak lebih dari 3 menit, tetapi penampilan display Dwipangga Paksi ini sangat banyak mengandung kekuatan makna dan filosofi yang sangat tinggi.
Puncak dan inti dari semua penampilan adalah Takbir. Jika ditinjau dari harmonisasi takbir dengan komposisi musik pengiring, saya sangat memberikan apresiasi atas kreatifitas dan keharmonisannya dengan tema yang diangkat oleh Dwipangga Pakci. Alunan musik bisa saling mengisi dan melengkapi dengan alunan gema takbir dari peserta pawai. Harmonisasi musik juga sangat bagus dan rapi pada saat mencapai klimaksnya, yaitu pada waktu mengiringi jatuh/ambruknya gajah Raja Abrahah.  Kekompakan bertakbir dari semua peserta pawai baik pada waktu berjalan, display, dan berhenti, sangat bagus. Semua peserta mengucapkan takbir dengan lafal yang  mantap dan  bersemangat,  harokat yang jelas, dan sangat harmonis dengan iringan musiknya.
Tanggapan dan apresiasi dari penonton dapat dilihat dari banyaknya tepuk tangan dari penonton pada saat display dan decak kekaguman dari penonton sepanjang pawai.

Dengan berbagai keunggulan dan kelebihan dari Dwipangga Pakci ini, maka sangatlah pantas apabila Dwipangga Pakci ini menjadi salah satu favourite dan kandidat juara dalam Festival Pawai Takbir Jamasba ke 17 tahun 1436 H/2015 M, yang akan diumumkan pada hari Selasa 13 Oktober 2015 jam 20.00 WIB di Serambi Masjid Agung Bantul/Jamasba sekaligus Peringatan Tahun Baru Hijrah 1437 H.
Demikian tulisan ini kami sampaikankan sebagai bentuk apresiasi terhadap penampilan Dwipangga Paksi pada Festival Pawai Takbir Jamasba ke 17 tahun 1436 H/2015 M. Semoga bermanfaat untuk pengembangan kualitas Festival Pawai Takbir dimasa mendatang. Aamiiin.