DWIPANGGA
PAKCI
Alhamdulillah ....
Subhanallah .... lâ haulâ wa lâ quwwata illâ billâh...Allahu akbar..
Menyaksikan
penampilan Pawai Takbir “DWIPANGGA PAKCI” pada Festival Pawai Takbir Jamasba ke
17 tahun 1436 H/2015 M, saya terbawa
dalam suasana karnaval internasional
yang sangat berkelas, kreatifitas dan totalitas dalam berkreasi seni
dalam syiar dan dakwah sangat terasa disini.
Mulai dari
kostumnya yang terlihat mewah meski dengan bahan yang sederhana hasil
kreatifitas sendiri, bukan dalam balutan kostum drumband yang beli jadi di
toko-toko.
Lampion
burung-burung ababil yang sangat memukau, ketika dalam keremangan malam justru
dia akan menjadi sangat terang dan menunjukkan keindahan dan keanggunan
sebagaimana burung-burung dari syurga, atraksi di waktu jalan dengan meliuk,
mengepak, dan berkerlap-kerlip seiring
dan seirama dalam alunan takbir juga sangat dinamis dan enerjik, menunjukkan kekuatannya dalam mengalahkan
kesombongan dan keangkara-murkaan.
Maskot
gajah/dwipangga, meski bentuknya sederhana dan tidak sebesar gajah afrika dari
Raja Abrahah, justru di sinilah nilai lebihnya, karena ditangan para pembawa/pengendali yang sangat ahli dalam menggerakkan dengan
sangat kompaknya yang berjumlah 6 orang itu, dia bukan lagi gajah yang
sederhana yang berwarna kelabu. Atraksi gerakanya bagaikan gerak tarian gajah
yang sangat natural, bahkan dikejauhan tidak nampak lagi seperti patung gajah
yang kita kenal. Mulai dari kepala, telinga, belalai, dan ekornya, semua
bergerak melambai, mengayun, menggeleng, dan menghentak. Dia menampakkan
layaknya seekor gajah yang sedang berjalan dan berlenggang. Hal ini juga sangat
terlihat pada waktu display, ketika terjadi penyerangan oleh sekelompok
burung-burung ababil, betapa kelihatan dalam ekspresi gerakan-gerakan bahwa dia
sangat marah, gusar, dan kesakitan seiring dengan iringan musik dengan intonasi
yang sangat cepat hingga mencapai klimaksnya, sehingga dia menjadi tidak
berdaya hingga akhirnya ambruk dan mati.
Harmonisasi Musik
sangat dominan disini. Warna musik dan peralatan instrumen yang diusung dan
ditampilkan dengan latar belakang musik tradisional gamelan jawa yang dipadu
dengan beberapa instrumen modern/drum elektrik dan double Tom-Tom, menghasilkan
paduan nada akulturasi yang sangat kreatif. Sebagai musik pengiring takbir
terdengar sangat menyatu dan saling mengisi, hal ini sangat jauh berbeda ketika
takbiran itu diiringi dengan Brumband atau Drumcorp, perpaduannya justru
seperti sangat dipaksakan. Dengan iringan musik instrumen gamelan yang mengalir
bagaikan aliran air dari hulu ke hilir, diselingi dengan alunan riak-riaknya
yang indah dan sesekali menghentak dan menghantam bagaikan gelombang atau air
terjun yang menerpa bumi, alunan takbir yang menjadi inti dari Festival pawai
Takbir ini iramanya menjadi terasa
sangat megah tetapi anggun sesuai untuk mengungkapkan kebesaran Allah.
Penampilan Display
Dwipangga Pakci yang diambil dari Q.S. Al Fill ini seperti Pertunjukan
Teaterikal di Broadway. Semua peserta pawai terlibat sangat aktif memainkan
peranannya masing-masing. Display dibuka dengan alunan takbir dan komposisi
gerak bunga mekar, memperlihatkan keindahan dan pesona Kota Makkah dimana
terdapat Ka’bah pada waktu itu. Kemudian datanglah pasukan Raja Abrahah yang
sombong dan congkak dengan mengendarai gajah yang akan menghancurkannya,
sehingga bunga indah yang mekar itupun hancur berantakan. Musik-pun berubah menjadi
cepat dan menghentak, mengiringi datangnya burung-burung ababil yang membawa
batu-batu panas, semua pembawa burung berlari kencang mengelilingi gajah,
puluhan burung yang berpendar-pendar dengan kilau lampu LED itu mengepak dan
meliuk-liuk, dan lemparan bola-bola karet sebagai gambaran batu-batu panas yang
dibawa burung ababil tersebut, sungguh merupakan atraksi yang sangat indah
sekaligus mencekam, mengingatkan pada sebuah pertunjukan tari kolosal yang
sangat berkelas, kemudian alunan musik menghentak dan berdentam itu mencapai
klimaknya bertepatan dengan jatuh/ambruknya gajah sebagai bentuk kekalahan
tentara Raja Abrahah. Iringan musik
kemudian dibuka dengan pukulan drum dilanjutkan dengan dentingan instrumen
gamelan, mengiringi alunan gema suara takbir,
sebagai lambang sebuah kemenangan,
peserta pawai kembali berjajar rapi dan melanjutkan barisanya. Meski
tidak lebih dari 3 menit, tetapi penampilan display Dwipangga Paksi ini sangat
banyak mengandung kekuatan makna dan filosofi yang sangat tinggi.
Puncak dan inti
dari semua penampilan adalah Takbir. Jika ditinjau dari harmonisasi takbir
dengan komposisi musik pengiring, saya sangat memberikan apresiasi atas
kreatifitas dan keharmonisannya dengan tema yang diangkat oleh Dwipangga Pakci.
Alunan musik bisa saling mengisi dan melengkapi dengan alunan gema takbir dari
peserta pawai. Harmonisasi musik juga sangat bagus dan rapi pada saat mencapai
klimaksnya, yaitu pada waktu mengiringi jatuh/ambruknya gajah Raja Abrahah. Kekompakan bertakbir dari semua peserta pawai
baik pada waktu berjalan, display, dan berhenti, sangat bagus. Semua peserta
mengucapkan takbir dengan lafal yang
mantap dan bersemangat, harokat yang jelas, dan sangat harmonis
dengan iringan musiknya.
Tanggapan dan
apresiasi dari penonton dapat dilihat dari banyaknya tepuk tangan dari penonton
pada saat display dan decak kekaguman dari penonton sepanjang pawai.
Dengan berbagai
keunggulan dan kelebihan dari Dwipangga Pakci ini, maka sangatlah pantas
apabila Dwipangga Pakci ini menjadi salah satu favourite dan kandidat juara
dalam Festival Pawai Takbir Jamasba ke 17 tahun 1436 H/2015 M, yang akan
diumumkan pada hari Selasa 13 Oktober 2015 jam 20.00 WIB di Serambi Masjid
Agung Bantul/Jamasba sekaligus Peringatan Tahun Baru Hijrah 1437 H.
Demikian tulisan
ini kami sampaikankan sebagai bentuk apresiasi terhadap penampilan Dwipangga
Paksi pada Festival Pawai Takbir Jamasba ke 17 tahun 1436 H/2015 M. Semoga
bermanfaat untuk pengembangan kualitas Festival Pawai Takbir dimasa mendatang.
Aamiiin.