Rabu, Oktober 14, 2009

KUALITAS KEPEMIMPINAN


PANDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Kemajuan dalam dunia Pendidikan selain membawa dampak positif bagi Perkembangan Sumber Daya Manusia, pertumbuhan ekonomi, serta peningkatan pendidikan politik dan social budaya masyarakat. Pendidikan mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa. Melalui pendidikan kita dapat mencerdaskan bangsa. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional, yang berbunyi :
“Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu menusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantab dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

Dengan demikian perlu ditingkatkan kemampuan dan ketrampilan para pelaksana pendidikan. Kepala Sekolah sebagai pemimpin dalam suatu lembaga pendidikan hendaknya memiliki pengetahuan yang luas dan ketrampilan kempemimpinan agar mampu mengendalikan, mempengaruhi dan mendorong bawahannya dalam menjalankan tugas dengan jujur, tanggung jawab, efektif dan efisien.

Kepincangan system persekolahan di suatu negara dewasa ini adalah disebabkan pelaksanaan asas pendidikan yang kurang sempurna. Menurut Tajul Ariffin Noordin, dalam bukunya pendidikan suatu pemikiran semula mengemukakan,
“Di sekolah telah terdapat tanda-tanda kucar-kacir yang berpuncak daripada ramainya guru-guru yang telah kehilangan minat untuk mengajar. Yang anehnya, walaupun guru-guru itu mempunyai ilmu dan pengalaman yang lengkap dalam teori-teori pengajaran, tetapi ramai daripada mereka yang telah lari daripada tenggung jawab pendidikan. Terdapat ramai guru yang tidak mengindahkan disiplin bekerja. Murid–murid dibiarkan saja bebas melakukan apa saja yang mereka mau. Di setengah-setengah sekolah, keadaan ini berlaku sepanjang hari. Akibatnya ramai murid lemah dalam masalah berfikir, membaca, mengira, dan menulis. Guru-guru ini biasanya sibuk dengan aktivitas mereka sendiri”.

Dilihat dari pernyataan di atas, guru merupakan sosok kepemimpinan di kelas yang bertanggung jawab penuh dalam pengelolaan kelas, sehingga proses belajar mengajar berlangsung lebih baik, serta tercapai tujuan pembelajaran khusus. Oleh itu guru hendaklah memiliki dedikasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas mulianya.

Dalam pada itu pemerintah hendaklah menyelenggarakan suatu pendidikan formal, yangmana bertujuan mencerdaskan bangsa dan menunjang kemajuan Negara. Drs. Ismet Syarif mengemukakan peran dan tugas sekolah :
“ Sekolah merupakan alat untuk menciptakan ketrampilan social, sebagai wiyata mandala, lembaga antisipasi, pusat pengembangan budaya professional, sebagai lembaga penyiapan sumber daya manusia dalam kerangka pembangunan”.

Pendangan penulis di atas menggambarkan bahwa sekolah mempunyai peranan dan tugas yang beragam dan kompleks dalam masyarakat. Seluruh kemampuan kepemimpinan kepala sekolah perlu di manfaatkan seoptimal mungkin untuk menggerakkan semua kegiatan pendidikan.
Sekolah harus banyak berkomunikasi, berinteraksi dengan masyarakat, baik melalui instansi resmi maupun tidak resmi, sehingga kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi dan dapat memberi kesadaran kepada mereka tentang pentingnya meningkatkan kualitas pendidikan. YB Menteri Pendidikan Encik Anwar Ibrahim menjelaskan tentang pentingnya meningkatkan kualitas pendidikan di dalam Berita Harian 12 September 1986, yang dikutip oleh Tajul Ariffin Noordin, bukunya Pendidikan Suatu Pemikiran Semula, mengemukakan :
“Kita perlu ingat bahwa pendidikan itu bukan hanya untuk menimba ilmu pengetahuan tetapi untuk membentuk INSAN yang baik, penuh dengan adab sopan dan berahlak tinggi karena ilmu pengetahuan tanpa disiplin dan moral bukanlah ilmu dalam ertetika yang sebenarnya. Apa artinya pendidikan kalau kita tidak dapat membentuk manusia”.

Berdasarkan pernyataan di atas jelas bahwa tugas kepala sekolah sebagai pemimpin harus mempunyai kepandaian menganalisa apa yang baik dan dapat diterima oleh guru-guru atau masyarakat sekolah. Apa yang dilaksanakan mestinya memberi penjelasan, kekuatan bertuan, saran, hubungan, motivasi dan sebagainya. Menurut R. Iyeng Wiraputra menyatakan :
“ Sekolah hendaknya merupakan lokakarya dimana demokrasi dibangun. Titik berat terletak pada tugas-tugas kepemimpinan pendidikan yang di teruskan kepada orang-orang demokratis, karena kebebasannya dan kewajiban untuk melakukan kegiatan yang bertanggungjawab, yang lahir dari kebebasan itu. perhatian terhadap kesulitan-kesulitan, gagasan baru untuk organisasi dan struktur situasi sekolah dan akhirnya beberapa aspek problem dengan keperluan-keperluan mendesak untuk penyelidikan selanjutnya”.
Kepala sekolah sebagai pemimpin, hendaklah memperhatikan motivasi karyawannya termasuk motivasi guru. Dalam hal ini kualitas kepemimpinan mestilah dimanfaatkan sepenuhnya. Bantuan tenaga dan pemikiran dari guru sangatlah dibutuhkan oleh kepala sekolah di dalam tugas dan fungsinya sebagai pemimpin. Menurut Koontz, dikutip oleh Wahjosumidjo, tentang fungsi kepemimpinan :
“Fungsi kepemimpinan adalah mengajak atau menghimbau semua bawahan atau pengikut agar dengan penuh kemauan untuk memberikan sumbangan dalam mencapai tujuan organisasi sesuai dengan kemampuan para bawahan itu secara maksimal”.
Sedangkan Tajul Ariffin Noordin, mengemukakan bahwa pemberian motivasi hendaklah diikuti dengan disiplin yang kuat :
“ Motivasi dan disiplin adalah dua sifat yang perlu ada dalam setiap diri ahli masyarakat yang sedang membangun khususnya. Motivasi dan disiplin bolehlah diibaratkan sebagai irama dan lagu yang tidak mungkin dapat dipisahkan. Motivasi tanpa disiplin hanya akan menghasilkan manusia-manusia buas, bernafsu binatang. Manakala disiplin sahaja tanpa motivasi akan melahirkan generasi robot, pasif, kaku, lemah dan senantiasa akan ditindas.”
Berdasarkan pendapat di atas, ada tiga perkara pokok yang memberikan ciri kepemimpinan dalam hubungannya dengan motivasi, yaitu :
1. Kecakapan untuk memahami bahwa dalam manusia itu pada hakikatnya memiliki kekuatan motivasi
dalam waktu yang bervariasi dan situasi yang berbeda-beda.
2. Memiliki kecakapan dan disiplin untuk membangkitkan atau menimbulkan kemangat kerja yang tinggi.
3. Memiliki kecakapan untuk berbuat dengan cara tertentu, sehingga menimbulkan suasana yang
merangsang lahirnya suatu respond an motivasi.

Mengingat pentingnya motivasi dan pelaksanaannya secara penuh disiplin, maka disiplin ilmu seperti manajemen sumber daya manusia, mempelajari bagaimana penyediaan sumberdaya manusia yang dibutuhkan serta bagaimana mendayagunakan sumberdaya manusia tersebut sehingga dapat mencapai produktivitas kerja kerja guru yang optimal.

Kualitas kepemimpinan yang efektif adalah sesuatu yang perlu dimiliki oleh kepala sekolah diakui oleh semua guru, memungkinkan guru dengan kesadaran yang tinggi akan melaksanakan instruksi yang berkenaan pada tugasnya dengan baik, ikhlas dan perasaan senang serta penuh rasa tanggung jawab. Oleh yang demikian kepala sekolah harus mampu menciptakan suasana kerja, iklim organisasi serta kepemimpinan yang menyenangkan sehingga dapat memberi dorongan kerja guru, mewujudkan motivasi kerja guru yang tinggi kea rah pencapaian tujuan belajar mengajar atau tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya.

KUALITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

A. Pengertian Kualitas Kepemimpinan

Pandangan mengenai kualitas kepemimpinan ini tidak terbatas, melainkan mencakup seluruh kehidupan masyarakat, situasi, alokasi dan dilaksanakan menurut tujuan seseorang maupun suatu organisasi tertentu, baik pemerintah atau swasta menginginkan kualitas. Oleh yang demikian perlulah kita memahami maksud kualitas itu. Dalam kamus dewan, terbitan dewan bahasa dan pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia, “Kualiti/kualitas diartikan dengan mutu yang baik, baik buruk mengenai sesuatu benda, ukuran kadar, atau derajat.”

Sedangkan pengertian kepemimpinan menurut wahjosumidjo mengatakan: “Kepemimpinan adalah proses dalam mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan yang sudah ditetapkan “. Pengertian tersebut menggambarkan bahwa kepemimpinan sebagai tindakan yang membuat seseorang atau kelompok bekerja untuk mencapai tujuan.

James J. Scribbin mengungkapkan pengertian kepemimpinan sebagai berikut : “Kepemimpinan adalah kemampuan memperoleh consensus dan keikatan pada sasaran bersama, melampaui syarat-syarat organisasi yang dicapai dengan pengalaman sumbangan dan kepuasan di pihak kelompok kerja”.

Dari definisi kepemimpinan di atas dapat terlihat bahwa kepemimpinan mengandung istilah pokok tertentu, antara lain:
1. Kemampuan memperoleh. Kepemimpinan merupakan proses pengaruh yang memungkinkan manajer
membuat orang-orangnya bersedia mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan.
2. Konsensus dan keikatan. Kepemimpinan merupakan proses untuk mendapatkan konsensus dan
keikatan pada sasaran bersama dari anggota kelompok untuk secara antusias merealisasikan tujuan
atau sasaran tersebut.
3. Syarat-syarat organisasi. Di dalam pencapaian sasaran bersama perlu didukung wewenang, kaidah,
peraturan dan syarat-syarat.
4. Pengalaman sumbangan dan kepuasan. Anggota harus dirangsang oleh mutu kepemimpinan untuk
memberikan pengalaman dan sumbangan terhadap organisasi. Pemimpin harus memperlihatkan
pemuasan kebutuhan-kebutuhan penting mereka. Jadi pemimpin adalah orang yang memungkinkan
atau mempermudah sesuatu.

Supaya kita lebih memahami pengertian sebenar mengenai kepemimpinan di bawah ini diberikan beberapa definisi kepemimpinan. Menurut Paul Heresy dan Ken Blan Chard mengemukakan definisi kepemimpinan yang dikutip dari pendapat Robert Tannenbaum, Irving Weschler, Fred Messarik dan George Terry :
“Kepemimpinan merupakan pengaruh antar pribadi yang dikalukan dalam suatu situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi pada pencapaian tujuan. Kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang untuk berusaha mencapai tujuan kelompok secara sukarela dan kpemimpinan merupakan proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu”

Menurut dr. Buchari Zainun : pengertian kepemimpinan ini lebih dipertegaskan lagi, dimana seseorang pemimpin itu harus mempunyai kemampuan, keberanian mengambil resiko untuk mencapai tujuan.
“Leadership atau kepemimpinan dapat diartikan sebagai satu kekuatan atau ketangguhan yang bersumber dari kemampuan untuk mencapai cita-cita dengan keberanian mengambil resiko yang bakal terjadi.”

Dari pengertian di atas terlihat bahwa pengertian kepemimpinan mudah diberikan, tetapi sukar untuk benar-benar didalami. Seorang dapat disebut pemimpin jika ia dapat mempengaruhi orang lain untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu, meskipun tidak ada ikatan-ikatan yang formal dalam organisasi. Dengan demikian pengertian kepemimpinan akan timbul di manapun, asalkan unsur-unsur di bawah ini ada :
a. Adanya orang yang dipengaruhi.
b. Adanya orang yang mempengaruhi.
c. Orang yang mempengaruhi mengerahkan kepada tercapainya sesuatu tujuan.

Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan atau memaksa orang lain untuk berbuat sesuatu terlihat di dalam proses memimpin, adanya hubungan manusia yang satu dengan manusia yang lain, antara individu satu dengan kelompok individu yang berorganisir secara temporer atau tetap dalam suatu wadah tertentu.

Dari berbagai definisi kepemimpinan di atas terdapat beberapa unsur yang bersamaan yang terdapat dalam proses kepemimpinan, yaitu :
1. Kepemimpinan merupakan suatu proses
2. Adanya tujuan
3. Adanya orang yang mempengaruhi dan dipengaruhi
4. Kepemimpinan berlangsung dalam situasi yang tertentu
5. Kepemimpinan berlangsung dengan menggunakan teknik tertentu
6. Fungsi kepemimpinan adalah untuk mempengaruhi atau menggiatkan orang lain.
7. Dalam merealisasikan tujuan terdapat proses interaksi antara pemimpin dan yang dipimpin

Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi tindakan-tindakan orang-orang tertentu dengan menggunakan teknik-teknik yang sesuai dan dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan matlamat atau sasaran yang telah dirancang sebelumnya secara sukarela.
Kegiatan-kegiatan kepemimpinan ini boleh dilaksanakan diberbagai bidang kehidupan manusia termasuklah di bidang Pendidikan. Dalam hal ini, Hadari Nawawi mengemukakan pengertian kepemimpinan pendidikan dan kepemimpinan sekolah sebagai berikut :
“Kepemimpinan sekolah adalah proses mempersatukan buah pikiran dan pendapat untuk mewujudkan menjadi kesatuan gerak yang terarah pada pencapaian tujuan lingkungan, personel sekolah, yang didalamnya terkandung makna menggerakkan, memotivasi orang lain dan kelompok agar bersedia melakukan tugas-tugas sebagai rekan kerja di sekolah”

Ahmad Rohani H.M dan H. Abu Ahmadi mendefinisikan kepemimpinan Pendidikan sebagai berikut :
“Kepemimpinan Pendidikan yaitu proses kegiatan mempengaruhi, menggerakkan dan mengkoordinasikan individu-individu organisasi atau lembaga pendidikan tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan”.

Burhanuddin mengemukakan :

“Kepemimpinan pendidikan adalah merupakan suatu kesiapan, kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam proses mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan pelaksanaan dan pengembangan pendidikan dan pengajaran, agar segenap kegiatan dapat berjalan secara efektif dan efisien, yang pada gilirannya dapat mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan”.

Bagi memperjelaskan pengertian kepemimpinan pendidikan, dirawat dan kawan-kawan merumuskan definisi kepemimpinan pendidikan sebagai berikut :
“Kepemimpinan pendidikan merupakan satu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir dan menggerakkan orang-orang lain yang ada hubungan dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar kegiatan-kegiatan dijalankan dapat lebih efektif dan efisien di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran”.

Dari beberapa difinisi kepemimpinan pendidikan diatas, dapat dirumuskan bahwa setiap usaha untuk mempengaruhi orang-orang, yang bersifat positif ada hubungannya dengan pekerjaan mendidik dan mengajar, sehingga tujuan pendidikan dan pengajaran dapat dicapai dengan lebih berkesan, maka dapat dikatakan bahwa usaha itu melakukan perbaikan kualitas kepemimpinan pendidikan atau meningkatkan Sumber Daya Manusianya.

Berdasarkan uraian di atas, kualitas kepemimpinan Kepala Sekolah dapat diartikan sebagai kecakapan atau kemampuan yang dimiliki seseorang di dalam mempengaruhi sekelompok orang atau kecakapan mengkoordinir, menggerakkan dan membimbing personel sekolah mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran.

B. Tipe-tipe Kepemimpinan

Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengetahui kesuksesan Kepala Sekolah ialah dengan mempelajari pendekatan kepemimpinan yang digunakan dan tipe atau gaya kepemimpinan yang diterapkan di sekolah. Sepanjang pengamatan para ahli, maka cara seseorang pemimpin melakukan kepemimpinan itu dapat digolongkan atas beberapa golongan antara lain :

a. Secara otokratis
b. Secara militeristis
c. Secara Paternalistis
d. Secara Kharismatis
e. Secara ‘laisses Faire’ atau secara bebas
f. Secara Demokrasi

a. Secara Otokratis
1. Kepemimpinan secara otokratis artinya pemimpin menganggap organisasi sebagai milik sendiri.
2. Ia bertindak sebagai diktator terhadap para anggota organisasinya dan menganggap mereka itu
sebagai bawahan dan merupakan alat, bukan manusia. Cara menggerakkan para anggota organisasi
dengan unsur-unsur paksaan dan ancaman-ancaman pidana.
3. Bawahan adalah hanya menurut dan menjalankan perintah-perintah atasan serta tidak boleh
membantah, karena pemimpin secara ini tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat.
4. Rapat-rapat atau musyawarah tidak dikehendaki. Berkumpul atau berapat hanya untuk
menyampaikan instruksi-instruksi atau perintah-perintah.
5. Kepemimpinan yang bersifat otokratis dikendalikan oleh seorang pemimpin yang mempunyai
perasaan harga diri yang besar sekali. Bawahannya dianggap bodoh, tidak berpengalaman dan
selayaknya dituntun dengan sebaik-baiknya. Pemimpin merasa dirinya orang yang terpandai dalam
bagiannya.

b. Secara Militeristis

Seorang pemimpin yang bersifat militeristis, yaitu pemimpin yang memiliki sifat-sifat antara lain seperti dibawah ini :
1. Untuk menggerakkan bawahannya ia menggunakan system perintah yang biasa digunakan dalam
ketentaraan.
2. Gerak-geriknya senantiasa tergantung kepada pangkat dan jabatannya
3. Senang akan formalitas yang berlebih-lebihan
4. Menuntut disiplin keras dan kaku dari bawahannya
5. Tidak menerima kritik dari bawahannya
6. Senang akan upacara-upacara untuk berbagai-bagai keadaan
7. Dan lain sebagainya

c. Secara Paternalistis

1. Cara ini boleh dikatakan untuk seorang pemimpin yang bersifat ‘Kebapakan’, ia menganggap anak
buahnya sebagai ‘anak’ atau manusia yang belum dewasa yang dalam segala hal masih
membutuhkan bantuan dan perlindungan, yang kadang-kadang perlindungan yang berlebih-lebihan.
2. Dengan demikian maka pemimpin macam ini jarang atau tidak memberikan sama sekali kepada
anak buahnya untuk bertindak sendiri, untuk mengambil inisiatif atau mengambil keputusan. Anak-
anak buahnya jarang sekali diberi kesempatan untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya.
3. Pemimpin semacam ini tidak ada sifat keras atau kejam terhadap mereka yang dipimpin, bahkan
hampir dalam segala hal sikapnya baik dan ramah, walaupun ada sifat yang negative padanya yang
bersifat sok maha tahu.
4. Seorang pemimpin seperti ini dalam hal-hal yang tertentu amat diperlukan, akan tetapi sebagai
pemimpin pada umumnya kurang baik.

d. Secara Kharismatis

“Sebenarnya kurang tepat kalau dikatakan ‘menjalankan kepemimpinan secara kharismatis’, atau pemimpin yang kharismatis.
Sulit untuk menemukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin memiliki charisma, yang jelas adalah bahwa pemimpin itu mempunyai ‘daya tarik’ yang amat besar, sehingga pengikutnya amat besar pula jumlahnya, akan tetapi susah dijelaskan mengapa mereka itu menjadi pengikut pemimpin tersebut. Kepatuhan dan kesetiaan para pengikut rupa-rupanya timbul dari kepercayaan yang penuh kepada pemimpin yang dicintai, dihormati, disegani dan dikagumi, bukan semata-mata benar tidaknya tindakan-tindakan yang dilakukan pemimpin.

e. Secara ‘laisses Faire’ atau secara bebas.

1. Melaksanakan pimpinan secara ini dapat diartikan “membiarkan anak-anak buahnya untuk berbuat
sekehendak sendiri-sendiri”
2. Petunjuk-petunjuk, pengawasan dan control kegiatan dan pekerjaan anak buahnya tidak diadakan.
Pembagian tugas, cara bekerjasama saran-saran dari pimpinan tidak ada, sedangkan kekuasaan dan
tanggung jawab jalannya simpangsiur, sehingga keadaannya tidak mudah dikendalikan dan akibatnya
terjadi kekacauan.
3. Melakukan kepemimpinan secara ini biasanya tidak kelihatan ada organisasi dan segala sesuatu
dilakukan tanpa rencana dari pimpinan.
4. Pada hakikatnya disini pemimpin itu tidak memimpin tetapi membiarkan bawahan bekerja sesuka-
sukanya. Pemimpin hanya mempunyai tugas representative : untuk dunia luar ia adalah kepala
bagian, tetapi pada umumnya ia tidak memberi sesuatu bentuk kepala bagian yang dipimpinnya itu.
Pemimpin tidak mempunyai kepribadian yang kokoh. Ia kurang cakap memimpin bahkan dapat
dipengaruhi.
5. Para anggota diberikan kebebasan sepenuhnya, maka proses pengembalian keputusan menjadi
lambat bahkan sering tidak berkeputusan.

f. Secara Demokrasi

1. Cara ini lazimnya dipandang sebagai kebalikan daripada cara kepemimpinan yang otokratis.
2. Cara demokratis perlakuannya bersifat kerakyatan atau persaudaraan, mengharapkan kerjasama
dengan anak buahnya yang tidak dipandang sebagai alat, tetapi dianggap sebagai manusia.
3. Mau menerima saran-saran dari anak buah dan bahkan kritik-kritik dimintanya dari mereka demi
suksesnya pekerjaan bersama.
4. Ia memberi kebebasan yang cukup kepada anak buahnya, karena menaruh kepercayaan yang cukup
bahwa mereka itu akan berusaha sendiri menyelesaikan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya.
Segala usaha ditujukan untuk membuat bawahannya senantiasa mencapai hasil yang lebih baik dari
ia sendiri
5. Cara untuk mencapai hasil baik ini seorang pemimpin demokrasi senantiasa berusaha memupuk
kekeluargaan dan persatuan, membangun semangat dan kegairahan bekerja pada anak buahnya.

Pada dasarnya seorang kepala sekolah dalam melaksanakan tugas atau kepemimpinannya, pemilihan tipe kepemimpinan tidak terbatas, seorang boleh menggunakan tipe-tipe kepemimpinan yang sesuai kebutuhan motivasi kerja guru, sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan maupun sesuai dengan pemecahan masalah yang hendak diatasi. Biasanya terdapat kesatuan corak kepemimpinan yang diantanya dapat dipilih masih-masing dengan kombinasi perubahan otoritas pemimpin dan bahawan.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Kepemimpinan Kepala Sekolah.

Sesungguhnya kepemimpinan adalah suatu proses alamiah dan harus dipenuhi. Dapat kita katakana bahwa untuk mengembangkan atau memelihara kerjasama secara sukarela, diperlukan kepemimpinan kepala sekolah yang bijaksana memperlengkapi diri dengan ilmu manajemen dan administrasi serta kepemimpinan yang berkualitas.

Seorang pemimpin pendidikan seperti kepala sekolah mestilah banyak fleksibilitas dalam menjalankan fungsinya sebagai administrator pemimpin dan pengurus yang baik Herbert G. Hicks dan Gray Gullet mengemukakan factor-faktor yang mempengaruhi kualitas kepemimpinan yang dikutip dari pendapat Tannenbaum dan Scmidt, yaitu :
1. Motivasi internal pemimpin dan kekuatan lainnya yang ada padanya. Hal ini meliputi system penilaian,
kepercayaan, terhadap para bawahan, kecenderungan kepemimpinan dan perasaan aman dalam
suatu situasi yang tidak menentu
2. Motivasi eksternal yang disalurkan oleh pimpinan dan kekuatan lain yang terdapat pada diri bawahan
3. Kekuatan dalam situasi.

Hendiyat S. dan Wasty S. berpendapat bahwa kepemimpinan kepala sekolah dipengaruhi oleh :

1. Faktor legal, seseorang yang menduduki jabatan pemimpin akan berhadapan dengan peraturan-
peraturan formal dari instansi struktur yang berada di atasnya.
2. Kondisi social ekonomi dan konsep-konsep kependidikan
3. Hakikat dan atau ciri sekolah. Hal ini berkaitan dengan ciri dan atau hakikat para staf, para murid dan
jenis sekolah
4. Kepribadian pemimpin dan latihan-latihan, factor ini berkaitan dengan aspek pendidikan dan
pengalaman
5. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam teori pendidikan, tugas-tugas kepemimpinan dipengaruhi
oleh berbagai perubahan teori dan metode aktivitas belajar.

D. Fungsi dan Tugas Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan

Kepala Sekolah sebagai pemimpin di bidang pendidikan haruslah mengetahui dan memahami serta mengaplikasikan fungsi dan tugasnya dengan baik. Apa yang saya maksudkan disini ialah agar ia dapat lebih mampu mencipta suatu kondisi dimana segala sumber daya yang ada di lingkungan yang dipimpinnya dapat berfungsi dalam mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran.

Garis-garis dalam aspek menjalankan peranan, tugas, fungsi serta tanggung jawab kepala sekolah akan mempengaruhi corak komunikasi atau public relations yang berbagai cara. Dalam hal ini konsep interpersonal competence yang bermaksud berhubung dengan keupayaan kita menerima tanggung jawab, segala saran dan tindakan yang kita lakukan, senantiasa mempunyai sikap terbuka untuk ‘mendengar’ masalah orang-orang dibawah kita serta bersedia dan terbuka kepada sentiment orang lain.
Sondang P. Siagiar, mengemukakan lima fungsi kepemimpinan, yaitu :

1. Pemimpin selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan.
2. Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak luar organisasi
3. Pimpinan selaku komunikator yang efektif
4. Mediator yang handal, khususnya dalam hubungan ke dalam terutama dalam menangani situasi
konflik
5. Pimpinan selaku integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral

Ahmad Rohani H.M dan H. Abu Ahmadi mengemukakan fungsi utama pemimpin adalah:

1. Memenuhi kegiatan sebagai pengambil inisiatif
2. Mengatur kegiatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3. Memberitahu (informing) kepada pihak yang berkepentingan
4. Mengendalikan seluruh kegiatan
5. Menilai keberhasilan pemimpin

Meningkatkan dan mewujudkan kualitas kepemimpinan kepala sekolah efektif, tidaklah mudah. Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah sangat luas dan berat sekali. Ia bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kelancaran administratif dan pengurusan pendidikan di sekolah.

Dirawat dan kawan-kawan menggolongkan keseluruhan tugas dan tanggung jawab kepala sekolah dua bidang, yaitu :
1. Tugas kepala sekolah dalam bidang administrasi tugas ini berhubungan dengan kegiatan-kegiatan menyediakan, memelihara, mengatur dan melengkapi fasilitas material dan tenaga-tenaga personal sekolah
2. Tugas kepala sekolah dalam bidang supervise. Tugas ini berhubungan dengan peranan kepala sekolah sebagai supervisor.

R. Iyeng Wiraputra mengatakan bahwa kegiatan kepemimpinan pendidikan mempunyai tugas sebagai berikut :

1. Membantu masyarakat menetapkan tujuan pendidikan
2. Memperlancar proses belajar dan mengajar sehingga lebih efektif
3. Menyusun kesatuan organisasi yang produktif
4. Mengkreasikan iklim perkembangan dan kesempatan tumbuhnya kepemimpinan.
5. Menyediakan sumber-sumber yang baik untuk mengajar dengan efektif.

Peranan kepala sekolah sebagai pemimpin, administrasi, dan ‘pendamai’ atau pemberi motivasi bukan sata terbatas di sekitar kawasan sekolah, tetapi juga luar dari sekolah. Ini disebabkan ruang lingkup sekolah itu sendiri sebagai komuniti kecil telah diwujudkan dalam sebuah masyarakat yang lebih besar dengan system organisasinya yang unit dan kompleks. Kepala sekolah perlu mengantisipasi elemen luar sekolah yang turut mengganggu kelancaran dan kestabilan perjalanan organisasi sekolah. Kepala sekolah harus memiliki kepribadian, pengetahuan dan kecakapan yang memadai agar mereka dapat berfungsi dan menjalankan tugas dengan baik yang memungkinkan mereka dapat memberikan sumbangan yang besar bagi pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran disekolah yang dipimpinnya.

Kepala sekolah harus sensitive kepada perubahan keadaan sekeliling serta sanggup melengkapkan diri dari semasa ke semasa untuk sama-sama mengikuti arus perubahan zaman yang sangat pesat. Para kepala sekolah harus berkemampuan untuk berfikir secara rasional dalam setiap tindakannya.

E. Syarat-syarat dan sifat Kepemimpinan Kepala Sekolah

Seseorang yang bertugas di bidang pendidikan atau sedang memangku jabatan pemimpin seperti kepala sekolah, dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya dituntut pemenuhan persyaratan-persyaratan baik jasmani maupun rohani. Dirawat dan kawan-kawan mengemukakan syarat-syarat pemimpin pendidikan yang berdasarkan Pancasila, yaitu :

1. Persyaratan kepemimpinan yang berdasarkan Pancasila. Pendidikan di Indonesia adalah pribadi yang mampu mengamalkan ke 32 nilai-nilai luhur di dalam Pancasila.
2. Persyaratan kualitas kemampuan pribadi, yaitu berwibawa (terutama karena integritas pribadinya yang dijiwai oleh nilai-nilai luhur Pancasila), jujur, terpercaya, bijaksana, mengayomi, berani, mawas diri, mampu melihat jauh ke depan, berani dan mampu mengatasi kesulitan, bersikap wajar, tegas dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambil, sederhana penuh pengabdian pada tugas, berjiwa besar dan mempunyai sifat ingin tahu (suatu pendorong untuk kemajuan).

Persyaratan lain yang diiktisarkan dan digolongkan oleh dirawat dan kawan-kawan, yaitu:
1. Karakter dan moral yang tinggi
2. Semangat dan kemampuan intelek
3. Kematangan dan keseimbangan emosi
4. Kemampuan kepemimpinan
5. Kematangan dan penyesuaian social
6. Kemampuan mendidik-mengajar
7. Kesehatan dan penampakan jasmaniah

Sifat kepemimpinan dan pengetahuan dan pengalaman seorang pemimpin harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya dalam kepemimpinan di sekolah. Kepala sekolah harus memiliki keterampilan, dapat memilih dan bertindak sesuai tata kerja, atau prosedur kerja, sikap, kondisi yang sebenarnya, serta mampu berkomunikasi dengan cepat dan baik.

Burhanuddin menyebutkan empat kualitas kepemimpinan kepala sekolah yang penting dan berhubungan satu sama lain, yaitu :
1. Personality (kepribadian)
2. Purposes (pemahaman terhadap tujuan pendidikan)
3. Knowledge
4. Profesional skill.

Willard S. Usbree dalam bukunya Elementary School Administration and Supervision yang diterjemahkan oleh Dirawat dan kawan-kawan mengatakan bahwa kepala sekolah dituntut lima keterampilan atau skill pokok, yaitu :
1. Kecakapan di dalam mengatur atau mengadministrasikan tenaga-tenaga personil sekolah, baik guru-guru maupun tenaga-tenaga personil sekolah lainnya.
2. Kecakapan didalam mengatur atau mengadministrasi alat-alat perlengkapan sekolah dan kecakapan
di dalam menggunakan dan memelihara school plant secara efisien dan efektif
3. Kecakapan di dalam mengadministrasi keuangan atau pembiayaan sekolah berdasarkan prinsip
praktek administrasi keuangan modern.
4. Kemampuan untuk bekerja sama dan menjalin kerja sama untuk sekolah dengan masyarakat
5. Kemampuan untuk memimpin dan memplopori perbaikan dan pelaksanaan kurikulum sekolah atau
perbaikan pengajaran bersama dengan staf yang dipimpinnya.

Minggu, Oktober 11, 2009

LOGO MUKTAMAR 1 ABAD


PERAWATAN JENAZAH

PENDAHULUAN Dengan menyebut nama Allah, Maha Penyayang Maha Pengasih Hai orang-orang yang beriman, takutlah(berbaktilah) kamu kepada Allah, dengan sebenar-benar takut(bakti) kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati, kecuali kamu berada dalam Islam. (QS. Ali Imran:102) Dan sungguh kalau kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan yang mereka kumpulkan. (QS. Ali Imran:157)

CARA PERSEDIAAN Bilamana seorang dari kamu sakit, maka hendaklah sabar(1) dan hendaklah ia kamu jenguk(2). Dan bila ia hampir sampai kepada ajalnya, maka hendaklah ia bersangka baik kepada Allah(3) dan berwasiatlah kalau ia meninggalkan barang 86 milik(4). Hendaklah ia kamu talqinkan (tuntun baca) orang yang akan meninggala "LAA ILAAHA ILLA LLAH"(5) dan hadapkan ia ke arah qiblat(6). Kemudian bilamana ia meninggal, maka pejamkanlah matanya(7) dan doakanlah baginya(8) serta selubungilah ia dengan kain yang baik(9). Kemudian lunasilah hutangnya dengan segera, kalau ia berhutang(10). Lalu segeralah pemeliharaannya(11) dan kabarkanlah kepada kerabat dan teman-temannya kaum muslimin(12).
CARA MEMANDIKAN MAYAT Kalau kamu hendak memandikan mayat maka mulailah dari anggota kanannya serta anggota wudlu(13) dan mandikanlah dengan bilangan gasal, tiga atau lima kali atau lebih dari itu, dengan air dan daun bidara, serta pada kali yang terakhir taruhlah kapur barus meskipun sedikit, dan jalinlah rambut mayat perempuan tiga pintal(14), lalu keringkanlah dengan handuk misalnya(15). Hendaklah mayat pria dimandikan oleh orang pria, dan dibenarkan bagi salah seorang dari suami-istri memandikan lainnya(16). Dan tutupilah kalau ada cela tubuhnya(17).
CARA MENGAFAN MAYAT Kafan-(bungkus)-lah mayat itu dengan baik-baik(18) dalam kain putih(19) yang menutup seluruh tubuhnya(20). Dan bila kamu hendak mengukupnya, maka ukuplah ia tiga kali(21), lulutlah ia dengan bau-bauan yang harum (cendana), kecuali mayat yang sedang berihram, maka janganlah kamu tudungi kepalanya, jangan kamu lulut badannya dan jangan pula kamu kenakan harum-haruman(22). Kafanilah mayat pria dalam tiga helai kain(23) dan mayat wanita dengan kain basahan, baju kurung, kudung-selubung lalu kain(24). Jangan berlebih-lebihan dalam hal kafan(25).
CARA MENSHALATKAN MAYAT Sesudah sempurna dimandikan dan dikafan, maka sembahyangkanlah mayat itu dengan syarat-syarat shalat(26) dengan niyat yang ikhlas karena Allah(27) dan takbir-lah lalu bacalah Fatihah dan shalawat atas Nabi saw lalu takbir, lalu 88 berdo'alah dengan ikhlas bagi mayat, maka takbirlah dengan berdo'a, lalu takbirlah kemudian do'a dengan mengangkat tangan pada tiap kali takbir. Do'a itu umpamanya: Allahummaghfirlahu- warhamhu- wa'a- fi-hi wa'fu 'anhu, wa akrim nuzulahu- wa wassi' madkhalahu- waghsilhu bima-in wa tsaljin, wa naqqihi- minal khatha-ya- kama- yunaqqats tsaubul abyadlu minad danas, wa abdilhu da- ran khairan min da-rihi- wa ahlan khairan min ahlihi- wa zaujan khairan min zaujihi- wa qihi- fitnatal qabri wa'adza-bah. Atau: Alla-hummaghfir lihayyina- wa mayyitina- wa sya-hidina- wa gha-ibina- wa shaghi-rina- wa kabi-rina wa dzakarina- wa untsa-na- Alla-humma man ahyaitahu- minna- fa ahyihi- 'alal Isla- m, wa man tawaffaitahu- minna- fa tawaffahu- 'alal i-ma-n. Atau lain-lain do'a yang berasal dari Nabi saw. Dan do'a bagi anak-anak: Alla-hummaj 'alhu lana- salafan wa farathan wa ajran. Lalu bersalamlah seperti salam shalat(28). Dan bolehlah kita menshalatkannya di dalam masjid (29). Shalatkan ia, berjama'ah tiga baris (30). Dan hendaklah imam berdiri pada arah kepala mayat pria dan arah tengah(lambung) mayat wanita(31). Janganlah menshalatkan pada waktu terbit matahari kecuali sesudah naik, pada waktu tengah-tengah hari dan pada waktu hampir terbenam matahari kecuali sesudah terbenam (2). CARA MENGUBUR MAYAT Sesudah dishalatkan, bawalah janazah itu ke pekuburan dengan cepat- cepat (33) dan iringilah ia dengan berjalan di sekelilingnya, dekat padanya, dengan diam(34). Dan janganlah orang wanita pergi mengiringinya (35). Dan janganlah kamu duduk sehingga janazah itu diletakkan(36). Dan apabila kamu melihat janazah, meskipun janazah Yahudi, maka berdirilah sehingga melalui kamu atau diletakkan (37). Dan kuburlah mayat itu dalam lubang yang baik dan dalam (38). Buatlah baginya galian lahat serta pasanglah di atasnya batu-bata mentah(39) dalam kuburan kaum muslimin(40). Masukanlah mayat itu dari arah kaki kubur(41) dan bacalah ketika meletakkannya dalam kubur: "Bismilla-hi wa 'ala- millati Rasu- lilla-h"(42). Serta tutuplah atas kubur mayat wanita waktu dikuburnya(43), dan 90 turunlah ke dalam kuburnya orang yang tak bersetubuh pada tadi malamnya (44). Dan letakkanlah mayat itu menghadap qiblat (45). Janganlah kamu menguburkan mayat pada waktu matahari terbit kecuali sesudah naik, pada waktu tengah-tengah hari(matahari di arah atas kepala) dan pada waktu hampir terbenam kecuali sesudah terbenam(46), serta janganlah meninggikan kubur lebih dari sejengkal (47) serta janganlah kamu buat tembok di atasnya(48) tetapi buatlah tanda di atasnya dengan batu umpanyanya, pada arah kepalanya (49). Dan taburilah dengan tanah dari arah kepala tiga kali (50). Dan kalau kamu tiba di kuburan sedang kubur belum selesai digali maka duduklah menghadap qiblat (51). Dudukmu jangan di atas kuburan (52) dan janganlah kamu berjalan di antara kuburan dengan alas kaki (53). Bila sudah selesai menguburkan maka do'akanlah, mintakan ampun dan ketetapan hati bagi mayat (54).
HAL MELAWAT Bilamana kamu mendapat malapetaka maka berdo'alah: "Inna- lilla-hi wa inna- ilaihi ra-ji'u-n. Alla-humma ajirni- fi- mushi-bati- wakhluf li- khairan minha"(55). Lawatlah ahli mayat dan anjurilah bersabar (54). Janganlah kamu meratapi mayat (57) dan pula menampar pipi, merobek pakaian dan meratap ratapan jahiliyah (58), tetapi tidak mengapa menangisinya (59). Buatkanlah makanan bagi kerabat mayat (60) dan janganlah kamu berkumpul di tempat 91 keluarga janazah sesudah dikuburnya di mana mereka membuat makanan bagi kamu (61).
ZIARAH KUBUR Ziarahlah ke kubur, agar kamu ingat akan akhirat(62) dan janganlah mengerjakan disitu sesuatu yang tiada diizinkan oleh dan Rasul-Nya, seperti meminta-minta kepada mayat dan membuatnya perantaraan hubungan kepada Allah(63). Bila kamu sekalian datang ke kuburan maka ucapkanlah: "Assala-mu 'alaikum da-ra qaumin mukmini-na wa inna- insya- Alla-hu bikum la-hiqu-n. Alla-humma la- tahrimna- ajrahum wala- taftinna- ba'dahum" (64); kemudian menghadaplah qiblat (65) lalu berdo'a kepada Allah, memintakan ampun dan 'afiyat bagi mereka(66). Jangan orang perempuan sering berziarah ke kubur(67).
MEMBUKA ALAS KAKI DI KUBURAN Menjelaskan tanfidz kami akan keputusan Majlis Tarjih dalam Muktamar ke 27 di Malang, tentang: "Membuka terumpah dalam kuburan" yang sudah kami muat dalam Suara Muhammadiyah no. 7 tahun 1938 muka 181-183; bahwa membuka alas kaki, terumpah, sepatu, sandal dsb, itu kalau sudah berjalan di antara sela kuburan-kuburan; tetapi di jalanan dalam kuburan tidak mengapa belum dibuka. Sebagai contoh digambarkan di bawah ini:

B B

B

A

A B

B A B


A: Jalanan dalam kuburan

yang belum diperintah

membuka alas kaki.

B: Sela-sela kuburan yang

diperintahkan membuka

alas kaki.

: Kuburan-kuburan



A: Jalanan dalam kuburan yang belum diperintah membuka alas kaki.
B: Sela-sela kuburan yang diperintahkan membuka alas kaki.
▄ ▄ : Kuburan-kuburan

Dengan penjelasan tersebut, maka penanya-penanya akan mendapat keterangan yang cukup. Kemudian supaya dipenuhi sebagaimana mestinya.





Organisasi Itu Penting

Organisasi Itu Penting
Oleh :HM MUCHLAS ABROR

ImageHARI Kebangkitan Nasional tahun ini, 20 Mei 2008, genap berumur 100 tahun. Karena itu, peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun ini tentu mempunyai arti khusus. Kebangkitan Nasional dimulai sejak Budi Utomo berdiri tanggal 20 Mei 1908. Sejak itu perjuangan pergerakan di negeri kita memasuki babak baru. Dikatakan sebagai babak baru, karena sejak itu perjuangan mulai menggunakan cara-cara organisasi modern. Perjuangan itu tentu merupakan kelanjutan dari perjuangan sebelumnya yang gagah berani, tapi belum berhasil, karena perjuangan masih bersifat kedaerahan.

Setelah Budi Utomo berdiri, KH. Ahmad Dahlan sering mengadakan kontak dan komunikasi dengan para tokohnya. Bahkan pernah bersilaturrahim ke rumah dr. Wahidin Sudirohusoso di Ketandan, Yogyakarta. Ia menanyakan berbagai hal tentang Budi Utomo dan tujuannya. Setelah mendengar jawaban yang memuaskan, ia menyatakan ingin menjadi anggota. Pengurus Budi Utomo kompak menyambut dan menerimanya. Malah ia diminta menjadi anggota pengurus Budi Utomo. Ia masuk Budi Utomo selain untuk memperluas pergaulan dan wawasan, juga mendapatkan manfaat dapat belajar berorganisasi dan dapat berdakwah kepada mereka. Dan perkenalannya dengan para tokoh Budi Utomo termasuk dengan Kepala Sekolah Kweekschool mengantarkannya dapat memberi pendidikan Agama Islam kepada para siswa Kweekschool.

KH. Ahmad Dahlan memelopori perjuangan menegakkan agama Islam di Indonesia dengan menggunakan organisasi sebagai alat, sarana, dan wadah perjuangan. Ia sadar bahwa perjuangan untuk mencapai cita-cita yang tinggi lagi mulia hanyalah akan efektif dan efisien apabila menggunakan alat, sarana, dan wadah perjuangan yang disebut organisasi. Ia sadar bahwa usaha perbaikan masyarakat tidak mudah jika dilakukan sendirian. Jadi, harus dilakukan dengan cara berorganisasi, membuka kerjasama dengan banyak orang. Empat tahun kemudian setelah Budi Utomo lahir, ia mendirikan organisasi atau persyarikatan yang diberi nama Muhammadiyah, tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan tanggal 18 November 1912 M di Yogyakarta. Dengan nama itu, ia berharap agar siapa pun yang berada dalam Muhammadiyah menjadi pengikut baik Rasulullah Muhammad saw dan dalam melaksanakan ajaran-ajaran Islam sesuai dengan yang dituntunkan oleh beliau. Sebab beliau merupakan uswah hasanah bagi semua.

Ki Bagus Hadikusumo, salah seorang santri KH. Ahmad Dahlan, adalah penyusun Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah (MADM). MADM merupakan hasil refleksi, hasil dari penyorotan dan pengungkapan kembali terhadap pokok-pokok pikiran, ide, gagasan KH Ahmad Dahlan dalam menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam. MADM hakikatnya menggambarkan falsafah hidup dan falsafah perjuangan KH. Ahmad Dahlan yang di dalamnya menegaskan tentang dasar dan keyakinan hidup, tujuan dan cita-cita hidup, serta cara yang digunakan untuk mencapai tujuan hidup. Dalam MADM antara lain disebutkan bahwa perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam hanyalah akan berhasil bila ittiba’ atau mengikuti jejak perjuangan para Nabi, terutama perjuangan Nabi Muhammad saw. (pokok pikiran ke-5).

Sedangkan pada pokok pikiran ke-6 ditegaskan, “Perjuangan mewujudkan pokok-pokok pikiran tersebut hanya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan akan berhasil bila dengan cara berorganisasi”.
Mengapa organisasi penting? Karena dalam organisasi ada sekelompok orang yang bekerjasama, di dalamnya ada yang memimpin dan ada pula yang dipimpin, satu dengan yang lain saling berhubungan di samping ada pembagian kerja, ada keterikatan terhadap aturan dan tata tertib yang harus ditaati, kemudian berusaha bersama-sama dengan kesadaran dan bertanggungjawab untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Tidak demikian halnya jika tanpa organisasi. Tentu masing-masing jalan sendiri, tidak ada kerapian, ketertiban, dan keteraturan. Karena itu tidak ada yang tidak memerlukan organisasi. Organisasi diperlukan bagi kelompok orang yang berkehendak baik, juga bagi mereka yang berkehendak buruk. Dengan organisasi kehendak yang baik atau yang buruk akan mudah tercapai. Ada kaitan dengan pentingnya organisasi, Ali bin Abi Thalib pernah menegaskan, “Al-Haqqu bilaa nizhaam yaghlibuhul baathilu bi nizhaam” – “Kebenaran yang tidak terorganisasi akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisasi secara rapi”. Kata mutiara atau mutiara hikmah itu pantas kita renungkan.

Muhammadiyah adalah wadah bagi kelompok umat yang mendapat amanah Allah untuk senantiasa berdakwah dan beramar ma’ruf nahi munkar, menebarkan dan mempertahankan kebaikan, kedamaian, dan kebenaran dalam kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Semua itu dilakukan untuk membawa dan menjadi rahmatan lil ‘alamin. Agar sampai pada apa yang dimaksudkan maka kebenaran itu harus diamalkan dan diperjuangkan dalam tatanan yang rapi dan teratur, dengan perencanaan yang matang, dengan tahapan-tahapan pelaksanaan dan skala prioritas yang jelas, pimpinan yang amanah dan didukung oleh SDM berkualitas, serta pengorganisasian yang kuat.
Sekarang sedang terjadi perseteruan yang kuat antara kebenaran dan kebatilan. Muhammadiyah tentu tidak boleh tinggal diam.

Konsolidasi mutlak harus dilakukan agar Muhammadiyah sebagai organisasi tetap solid, baik ke dalam maupun ke luar. Sehingga Muhammadiyah tetap tegar tidak mudah goyah dan panik ketika berhadapan dengan berbagai kesulitan dan kesukaran. Di samping mampu berdiri tegak ketika berhadapan dengan pihak lain, juga memiliki kepercayaan diri dan harga diri sehingga tidak mudah diintervensi, dikendalikan, dan diobok-obok pihak lain. Tampilan Muhammadiyah sebagai organisasi tetap memiliki kewibawaan, disegani, dan dihormati.

Muhammadiyah sebagai organisasi memang bukan tujuan, tapi merupakan alat, sarana, dan wadah perjuangan yang sangat penting dan kita perlukan.

Pernah dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah

Tragedi Amir Sjarifuddin by PROF DR AHMAD SYAFI'I MA'ARIF

Dalam suasana Sumpah Pemuda bulan Oktober tahun ini, ada baiknya kita menyebut nama salah seorang arsiteknya : Amir Sjarifuddin (1907-1948) yang pada 1928 menjadi bendahara panitia kongres yang dibentuk bulan Juni tahun itu Amir mewakili Jong Bataks Bond. Istilah sumpah belum muncul ketika itu. Di akhir hayatnya Amir mengalami tragedi sejarah sebagai risiko dari pilihan politiknya. Tahun-tahun kedua dan ketiga proklamasi, baik Sjahrir maupun Amir sama-sama dikhianati pendukungnya, demi politik kekuasaan yang serba kelabu.
Saat Kongres Pemuda Amir baru berusia 21 tahun, sementara Muhammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond sebagai sekretaris berusia 25 tahun. Ketua kongres adalah Soegondo Djojopoespito dari PPPI (Perkumpulan Pelajar-Pelajar Indonesia). Amir terlahir sebagai Muslim kemudian berpindah agama menjadi penganut agama Kristen sekitar 1935.
Amir dikenal cerdas, orator, pemain biola, tetapi emosional. Amir, sebagai pemimpin pemuda Batak, pada dasa warsa ketiga abad ke-20 sedang mengalami proses transformatif yang sangat krusial: dari penganut patriotisme lokal menjadi nasionalis Indonesia. Di tahun 1920-an itu nasionalisme Indonesia telah mulai jadi kredo para pemuda dengan tujuan tunggal: kemerdekaan bangsa. Sebagian besar gerakan pemuda daerah yang ada di Jakarta waktu itu sudah keluar dari kurungan lokalnya dan meleburkan diri ke dalam lingkaran keindonesiaan. Akhirnya kesadaran bersama tercapai dalam bentuk Sumpah Pemuda 1928, di mana Amir salah seorang otaknya.
Fenomena serupa juga terjadi di kalangan PI (Perhimpunan Indonesia) di negeri Belanda dengan tokoh-tokohnya seperti Soekiman Wirjosedjojo, Hatta, Ali Sastroamidjojo, Sutan Sjahrir, Arnold Mononutu, Nazir Pamoentjak, Abdoel Madjid, Achmad Soebardjo. Mereka sedang mengucapkan sayonara kepada kesetiaan etnisnya menuju terbentuknya sebuah bangsa baru di kawasan katulistiwa: bangsa Indonesia. Dalam proses yang dinamis ini, ada tiga ideologi politik yang jadi pemicu: Islamisme, Marxisme, dan Nasionalisme. Kategorisasi ini sebenarnya sedikit menyesatkan, sebab pendukung ketiga ideologi itu pada umumnya adalah nasionalis sejati, kecuali beberapa tokoh marxist yang punya kesetiaan ganda: kepada Indonesia dan kepada Uni Soviet sebagai
pusat gerakan komunisme internasional.
Kembali kepada Amir. Kita tidak tahu pasti kapan Amir menjadi seorang marxist, tetapi kemungkinannya baru tahun 1930-an ia telah terlibat kegiatan PKI ilegal, sekalipun memakai baju Gerinda (Gerakan Rakyat Indonesia) yang didirikan 1937. Pada 1940 dalam suasana PD II, aparat kolonial menangkap Amir. Kepadanya diberikan dua pilihan: dibuang ke Digul atau ikut Belanda. Amir memilih yang kedua. Dengan diberi modal 25 ribu franc, Amir mulai menyusun gerakan bawah tanah dalam persiapan menghadapi serangan Jepang yang akan datang untuk menghalau Belanda. Perkiraan itu benar. Maret 1942 Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Jaringan Amir terbongkar oleh Jepang, dan pada 29 Februari 1944 ia dijatuhi hukuman mati.
Tetapi berkat campur tangan Sukarno-Hatta, Amir tidak dihukum mati, tapi hukuman seumur hidup. Belum sampai dua tahun Amir dihukum, Amerika mengebom Nagasaki dan Hiroshima, Jepang menyerah kepada sekutu. Tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka, Amir pun merdeka.
Sebagai insan politik yang berbakat, Amir cepat bergerak mengurus Indonesia merdeka sambil merebut peluang untuk berkuasa. Politik Indonesia ketika itu sarat konflik kepentingan antar faksi. Amir yang kiri sempat beraliansi dengan Sjahrir, tetapi tidak berumur panjang. Sesama kekuatan kiri pun saling sikut menyikut. Situasi menjadi sangat ruwet dan tegang. Setelah Kabinet Sjahrir kedua jatuh, pada Juli 1947 Amir menggantikannya yang sebelumnya sudah menjadi menteri pertahanan. Masyumi dan PNI yang semula masuk kabinet, kemudian keluar untuk menggalang kekuatan oposisi. Posisi Amir menjadi melemah. Kelompok kiri yang menguasai kementerian pertahanan di bawah menhan Amir Sjarifuddin telah membentuk tentara masyarakat di samping TRI/TNI. Amir bertindak lebih jauh, Jenderal Soedirman dan Jenderal Oerip dipecatnya. Akhirnya kabinet tak bisa bertahan. Amir menyerahkan mandatnya pada 23 Januari 1948, digantikan oleh Kabinet Hatta sebagai kabinet presidensial. Soedirman-Oerip dipulihkan kembali untuk memimpin TNI.
Karena kelompok kiri sedang kalah, mereka kehilangan keseimbangan. Oposisi mereka kepada Hatta telah berujung
dengan pemberontakan PKI di Madiun dimulai 18 September 1948 di bawah pimpinan Muso, bekas tokoh Serikat Islam/veteran PKI dalam pemberontakan 1926/1927, dan Amir terlibat. Hatta bertindak tegas, pasukan Siliwangi dikerahkan untuk menumpas pemberontakan ini. Dalam tempo singkat, kekuatan pemberontak dikalahkan. Amir ditangkap di persembunyiannya di Desa Klambu, Purwodadi, pada 29 November 1948 dalam keadaan sakit disentri. Semula Amir dibawa ke Kudus, kemudian ke Jogja atas permintaan Jenderal Gatot Soebroto sebagai gubernur militer, Amir dan tawanan yang lain dikirim ke Solo. Tengah malam tanggal 19 Desember 1948 Amir bersama 10 tawanan yang lain ditembak mati di Desa Ngalihan, Karanganyar Surakarta.
Amir salah seorang otak Sumpah Pemuda 1928, mantan menteri pertahanan dan perdana menteri di era revolusi
kemerdekaan menjalani ujung hidupnya secara tragis ditembus timah panas atas perintah gubernur militer. Sengketa politik kekuasaan sering benar minta korban. Amir hanyalah salah seorang di antaranya.

Oleh : Ahmad Syafii Maarif
www.republika.co.id
Selasa, 30 Oktober 2007

Politik Dakwah, Politisasi Dakwah

Politik Dakwah, Politisasi Dakwah
Artikel opini yang ditulis Didin Hafidhuddin berjudul Aktivitas Dakwah dalam Dunia Politik (Republika, 7/8), bukan saja menggugah, tetapi juga menarik untuk dicermati. Dia memaparkan hubungan dan persinggungan antara dakwah dan politik dan mengingatkan kita semua mengenai kewajiban dakwah tersebut.
Artikel opini yang ditulis Didin Hafidhuddin berjudul Aktivitas Dakwah dalam Dunia Politik (Republika, 7/8), bukan saja menggugah, tetapi juga menarik untuk dicermati. Dia memaparkan hubungan dan persinggungan antara dakwah dan politik dan mengingatkan kita semua mengenai kewajiban dakwah tersebut.
Seperti yang dikemukakan di awal tulisannya, tugas dan kewajiban dakwah (dalam pengertian yang luas) adalah
tanggung jawab setiap Muslim kapan dan di mana pun, apa pun posisi, jabatan, profesi dan keahliannya. Karena ruan waktu, kedudukan, dan pekerjaan tidak dibatasi dalam hal kewajiban dakwah ini, maka dalam politik pun dakwah mendapatkan tempatnya.
Dalam pandangan Didin Hafidhuddin, ketika dakwah yang menjadi jalan dan tujuan berlandaskan nilai-nilai kebaikan, keikhlasan, kejujuran, kebersihan, serta kebersamaan dimunculkan, politik akan menjadi alat dan sarana untuk mencapai tujuan yang baik dan mulia tersebut. Kurang-lebih seperti itulah gambaran harmonis mengenai hubungan dakwah dengan politik.
Dakwah dan politik
Persoalannya hubungan antara dakwah dan politik tidak jarang menimbulkan persoalan dan ekses. Dalam konteks seperti ini peringatan Buya Ahmad Syafii Maarif relevan untuk dikutip, dakwah itu merangkul sedangkan politik memecah belah. Dakwah itu memperbanyak kawan, sedangkan politik memperbanyak lawan.
Persinggungan dan bahkan pergesekan antara dakwah dan politik terjadi ketika secara institusional dakwah dan politik diimpitkan atau dicoba disatukan, misalnya partai politik yang merangkap sebagai lembaga dakwah. Modus politik semacam ini bukan saja melahirkan ambiguitas status pada institusi partai politik bersangkutan, tetapi juga menciptakan gesekan dan konflik dengan ormas Islam yang sejak awal memilih jalur dakwah, bukan politik praktis.
Di sini politik dan dakwah tampak merupakan dua dunia yang tidak sama, baik dalam prinsip nilai maupun metode dan tujuannya. Karena itu hubungan antara dakwah dan politik akan menghasilkan pola dan kesimpulan yang berbeda, tergantung pada penempatannya di mana dan memfungsikannya, apakah dakwah dalam politik atau politik dalam dakwah.
Jika dakwah diletakkan dalam politik, dakwah menjadi instrumen dan sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan politik partai bersangkutan. Dakwah merupakan subordinat dari kepentingan politik, karenanya rawan disalahgunakan. Posisi dakwah dalam partai politik (parpol) seperti ini selain telah kehilangan nilai dan makna hakikinya, juga visi dan misi dakwah menjadi tercemar.
Dalam politik, mustahil sebuah partai tidak memiliki kepentingan politik untuk berkuasa. Karena itu, dakwah dari parpol bertujuan untuk kepentingan politik, seperti untuk merebut kekuasaan atau mempertahankannya. Karena itu, yang dilakukan parpol sejatinya politisasi dakwah atau dakwah politik. Implikasinya, dimensi kerisalahan dakwah berubah menjadi kursi kekuasaan, dimensi kerahmatan berubah menjadi orientasi kedudukan. Hal ini terjadi karena dakwah oleh parpol tidak murni lagi sebagai dakwah. Akibatnya, sering muncul kesan negatif di masyarakat mengenai Islam yang diperalat untuk menyalurkan syahwat politik dan hasrat berkuasa pihak tertentu. Tidak jarang gesekan dengan ormas Islam terjadi karena dakwah parpol menjadi ekspansi ke dalam organisasi dan kehidupan jamaah ormas Islam, seperti melalui pengajian dan pengurusan masjid. Begitu juga ketika terjadi bencana alam, bantuan dan sumbangan yang dikelola oleh parpol berjubah dakwah itu biasa diberikan dengan syarat punya kartu (atau menjadi) anggota partai. Kerap bantuan dari pihak lain diklaim atau diberi stempel partai Islam bersangkutan.
Politik dakwah
Berkaca pada kasus tersebut, dakwah yang menjadi instrumen parpol telah menjadi sesuatu yang profan, tidak ada bedanya dengan program dan kebijakan partai yang diorientasikan sekadar meraih kekuasaan dan menumpuk kekayaan. Dengan begitu, dakwah kehilangan adab dan akhlaknya yang mulia. Padahal, seperti yang ditegaskan oleh almarhum Mohammad Natsir (1991), dakwah dan akhlaqul-karimah adalah du
hal yang tidak bisa dipisahkan antara satu sama lain. Berbeda dengan implikasi dari posisi dakwah dalam partai politik, politik dalam dakwah, misalnya dalam gerakan dakwah ormas Islam, merupakan salah satu jalan dan instrumen untuk kepentingan dakwah. Dalam gerakan dakwah ormas Islam, politik merupakan subordinatnya. Karena itu, dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah. Jadi bukan berdakwah untuk kepentingan politik (kekuasaan), tetapi berpolitik untuk kepentingan dakwah. Dalam konteks tersebut, politik bukan sekadar pertarungan mencari atau meraih kekuasaan atau mengutip C Calhoun (2002), the ways in which people gain, use, and lose power. Politik juga berkaitan dengan proses dan sistem yang berlangsung untuk menghasilkan kebijakan pemerintah dan keputusan legislatif yang berpihak pada kepentingan rakyat dan kedaulatan negara-bangsa.
Dalam proses politik itu terdapat peluang politik yang bisa diisi oleh ormas Islam dengan gerakan dakwahnya. Ormas Islam berpolitik untuk mendukung gerakan dakwah atau disebut juga sebagai politik dakwah, yang terkait dengan strategi dan kebijakan dakwah yang substantif sehingga bisa efektif dalam memengaruhi dan mewarnai keputusan politik pemerintah. Sikap dan kebijakan dakwah seperti itu sejalan dengan politik kebangsaan. Muhammadiyah, misalnya, menerapkan model dakwah berupa peran-peran baru sebagai wujud aktualisasi gerakan dakwah dan tajdid yang dapat dikembangkan Muhammadiyah. Antara lain dalam menjalankan peran politik kebangsaan guna mewujudkan reformasi nasional dan mengawal perjalanan bangsa tanpa terjebak pada politik praktis (politik kepartaian). Kebijakan dan sikap berpolitik yang berbeda langgamnya dengan parpol dakwah merupakan suatu ikhtiar dalam mengapresiasi dakwah dan politik secara proporsional. Dengan penempatan yang layak ini, hubungan antara dakwah dan politik bisa dipahami dalam dua hal.
Pertama, mengembalikan makna dakwah pada substansi nilai dan prinsipnya sebagaimana digariskan oleh Allah (QS Ali Imran: 104 dan 110; An-Nahl: 125; Fushilat: 33), yakni fungsi dan tujuan dakwah tidak boleh dibelokkan dan diselewengkan dari jalan Allah bagi kemaslahatan hidup manusia di dunia dan akhirat. Karena itu keterlaluan dan semena-mena kalau dakwah disubordinasi oleh parpol dan dimanipulasi bagi kepentingan politik praktis untuk merebut kekuasaan.
Kedua, sebagai kewajiban bagi setiap umat Islam, penulis sepakat dakwah harus dilakukan dalam seluruh aspek
kehidupan manusia. Misalnya, setiap politisi Muslim yang bergelut di dunia politik berkewajiban melaksanakan dakwah, tetapi sekali lagi bukan berdakwah untuk kepentingan politik. Dalam hal ini menjadi contoh dan teladan di dunia politik sehingga nilai-nilai kejujuran, keberpihakan kepada rakyat, kesederhanaan, keluhuran, dan kemuliaan bisa mewarnai perilaku politisi dan penyelenggara pemerintahan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian, fatsun politik dan good governance akan terbangun dan berimplikasi positif bagi keputusan dan kebijakan yang diambil.

Oleh : Asep Purnama Bahtiar
Senin, 18 Agustus 2008

SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .

Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.

Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.

Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.

Disamping memberikan kegiatan kepada laki-laki, pengajian kepada ibu-ibu dan anak-anak, beliau juga mendirikan sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai tahun 1918 beliau telah mendirikan sekolah dasar sejumlah 5 buah, tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah ialah sekolah lanjutan. Tahun 1921 diganti namnaya menjadi Kweek School Muhammadiyah, tahun 1923, dipecah menjadi dua, laki-laki sendiri perempuan sendiri, dan akhirnya pada tahun 1930 namnaya dirubah menjadi Mu`allimin dan Mu`allimat.

Muhammadiyah mendirikan organisasi untuk kaum perempuan dengan Nama 'Aisyiyah yang disitulah Istri KH. A. Dahlan, Nyi Walidah Ahmad Dahlan berperan serta aktif dan sempat juga menjadi pemimpinnya.

KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.

PROF DR HM AMIEN RAIS MA Phd

 Tokoh Reformasi Indonesia ini dilahirkan di Surakarta, 26 April 1944. Orang tuanya sebenarnya menginginkannya menjadi kiai dan melanjutkan pendidikan di Mesir, sehingga pendidikan yang ditanamkan oleh orang tuanya sangat kental dengan nilai-nilai agama, baik di pendidikan dasar (SD Muhammadiyah I Surakarta) maupun di pendidikan menengah (SMP dan SMA).

Pendidikan tingkat sarjana diselesaikan oleh Amien Rais di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL Universitas Gadjah Mada pada tahun 1968, sementara ia juga menerima gelar Sarjana Muda dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1969. Pada saat mahasiswa inilah ia banyak terlibat aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Ketua III Dewan Pimpinan Pusat IMM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam HMI Yogyakarta).

Studinya dilanjutkan pada tingkat Master di bidang Ilmu Politik di University of Notre Dame, Amerika Serikat, dan selesai pada tahun 1974. Dari universitas yang sama ia juga memperoleh Certificate on East-European Studies. Sementara itu, gelar Doktoralnya diperoleh dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, pada tahun 1981 dengan disertasinya yang cukup terkenal, yaitu Gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Ia juga pernah mengikuti Post-Doctoral Program di George Washington University pada tahun 1986 dan di UCLA pada tahun 1988.

Perjalanan pendidikannya tersebut telah memberinya banyak pengalaman dan kemampuan kognitif-analitis, dan mengantarkannya menjadi salah seorang intelektual terkemuka di negeri ini, bahkan di berbagai belahan dunia yang lain. Tugas-tugas intelektualisme pun ia lakukan, baik transformasi keilmuan (mengajar di berbagai universitas) dan juga melakukan kritik atas fenomena sosial yang sedang berlangsung.

Kritiknya yang sangat vokal sangat mewarnai opini publik di Indonesia. Sepulangnya dari pendidikan di Amerika, ia terkenal sebagai pakar politik Timur Tengah, dan melontarkan kritik yang sangat tajam terhadap kebijakan politik luar negeri Amerika, sebuah negeri tempat ia sendiri belajar banyak tentang demokrasi dan hak asasi manusia. Kondisi politik dan perekonomian di Indonesia yang sudah mulai membusuk dan sangat tidak sehat bagi demokratisasi mendorong Amien Rais bersuara keras pada tahun 1993 (Tanwir Muhammadiyah di Surabaya) dengan isu suksesi kepresidenan, sebuah isu yang janggal pada saat itu karena kepemimpinan Orde Baru masih sangat kuat. Pembusukan politik dan ekonomi pada dasawarsa kedua tahun 1990-an mendorongnya kembali menggulirkan gagasan tentang suksesi, bahkan lebih luas lagi, yaitu reformasi politik di Indonesia. Berawal dari kasus Freeport dan Busang, ia mulai menggulirkan perubahan sosial yang mendasar di negeri ini. Bahkan, ia akhirnya menjadi orang terdepan dalam meruntuhkan kebobrokan politik Orde Baru.

Keterlibatannya di Pimpinan Pusat Muhammadiyah dimulai sejak Muktamar Muhammadiyah tahun 1985 di Surakarta sebagai Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sementara pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 tahun 1990 di Yogyakarta, ia terpilih sebagai Wakil Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Namun meninggalnya Azhar Basyir sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah kemudian mengantarkannya untuk menggantikan kepemimpinan dalam Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Muktamar Muhammadiyah ke-43 kembali mengamanatinya untuk menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Lagi-lagi, sejarah bangsa ini mengharuskannya meninggalkan jabatan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk melakukan sesuatu yang lebih besar lagi bagi ummat dan bangsa ini. Pada Sidang Pleno di Jakarta tahun 1998, Ia mengundurkan diri sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

KH. AR.FACHRUDIN

 Kiai Haji Abdur Rozzaq Fachruddin adalah pemegang rekor paling lama memimpin Muhammadiyah, yaitu selama 22 tahun (1968-1990). Ia lahir tanggal 14 Februari 1916 di Cilangkap, Purwanggan, Pakualaman, Yogyakarta. Ayahnya ialah KH. Fachruddin (seorang Lurah Naib atau Penghulu dari Puro Pakualaman yang diangkat oleh Kakek Sri Paduka Paku Alam VIII) yang berasal dari Bleberan, Brosot, Galur, Kulonprogo. Sementara ibunya ialah Maimunah binti KH. Idris Pakualaman. Pada tahun 1923, untuk pertama kalinya Abdur Rozak bersekolah formal di Standaad School Muhammadiyah Bausasran Yogyakarta.

Setelah ayahnya tidak menjadi Penghulu dan usahanya dagang batik juga jatuh, maka ia pulang ke desanya di Bleberan, Galur, Kulonprogo. Pada tahun 1925, ia pindah ke sekolah Standaard School (Sekolah Dasar) Muhammadiyah Prenggan, Kotagede, Yogyakarta. Setamat dari Standaard School di Kotagede pada tahun 1928, ia masuk di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Baru belajar dua tahun di Muallimin, ayahnya memanggilnya untuk pulang ke Bleberan, dan belajar kepada beberapa kiai di sana, seperti ayahnya sendiri, KH. Abdullah Rosad, dan KH. Abu Amar. Sehabis Mahgrib sampai pukul 21.00, ia juga belajar di Madrasah Wustha Muhammadiyah Wanapeti, Sewugalur, Kulonprogo.

Setelah ayahnya meninggal di Bleberan dalam usia 72 tahun (1930), pada tahun 1932 Abdur Rozak masuk belajar di Madrasah Darul Ulum Muhammadiyah Wanapeti, Sewugalur. Selanjutnya pada tahun 1935 Abdur Rozak melanjutkan sekolahnya ke Madrasah Tabligh school (Madrasah Muballighin) Muhammadiyah kelas Tiga.

Pada tahun 1935, Abdur Rozak dikirim oleh Hoofdbestuur Muhammadiyah (pada periode KH. Hisyam) ke Talangbalai (sekarang dikenal dengan Ogan Komering Ilir) untuk mengembangkan gerakan dakwah Muhammadiyah. Di sana, ia mendirikan Sekolah Wustha Muallimin Muhammadiyah setingkat SMP. Pada tahun 1938, ia juga mengembangkan hal yang sama di Kulak Pajek, Sekayu, Musi Ilir (sekarang dikenal dengan Kabupaten Muba, Musi Banyu Asin). Tiga tahun kemudian, pada tahun 1941, ia pindah ke Sungai Batang, Sungai Gerong, Palembang sebagai pengajar HIS (Hollandcse Inlandevs School) Muhammadiyah yang setingkat dengan SD. Pada tanggal 14 Februari 1942, Jepang menyerbu pabrik minyak Sungai Gerong. Dengan sendirinya sekolah tempat mengajarnya ditutup. Kemudian Abdur Rozak dipindahkan mengajar di Sekolah Muhammadiyah Muara Maranjat, Tanjung Raja, Palembang, Sumatera Selatan sampai dengan tahun 1944. Selanjutnya ia akhirnya kembali ke Yogyakarta.

AR Fachruddin adalah ulama besar yang bewajah sejuk dan bersahaja, yang lebih dikenal dengan nama Pak AR. Kesejukannya sebagai pemimpin ummat Islam juga bisa dirasakan oleh ummat beragama lain. Ketika menyambut kunjungan Paus Yohanes Paulus II di Yogyakarta, sebenarnya ia menyampaikan kritikan, tetapi disampaikannya secara halus dan sejuk. Dalam sambutannya itu, ia mengungkapkan bahwa sebagian besar rakyat Indonesia adalah muslim. Akan tetapi disampaikannya pula tentang sikap mengganjal di kalangan umat Islam Indonesia bahwa umat Katholik banyak menggunakan kesempatan untuk mempengaruhi ummat Islam yang masih menderita agar mau masuk ke agama Katolik. Mereka diberi uang, dicukupi kebutuhannya, dibangun rumah-rumah sederhana, dipinjami uang untuk modal dagang, tetapi dengan ajakan agar menjadi umat kristen. Umat Islam dibujuk dan dirayu untuk pindah agama. Dalam tulisannya kepada Uskup Yohanes Paulus II, ia mengungkapkan bahwa agama harus disebarluaskan dengan cara-cara yang perwira dan sportif. Kritik ini diterima denganlapang dada oleh ummat lain karena disampaikan dengan lembut dan sejuk, serta dijiwai dengan semangat toleransi yang tinggi.

Pak AR menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tahun 1968 setelah di-fait Accomply untuk menjadi Pejabat Ketua PP Muhammadiyah sehubungan dengan wafatnya KH. Faqih Usman. Dalam Sidang Tanwir di ponorogo (Jawa Timur) pada tahun 1969, ia akhirnya dikukuhkan menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah sampai Muktamar Muhammadiyah ke-38 di Ujung Pandang (Sulawesi Selatan) pada tahun 1971. Sejak saat itu ia terpilih secara berturut-turut dalam tiga kali Muktamar Muhammadiyah berikutnya untuk periode 1971-1974, 1974-1978, 1978-1985.

Di samping dikenal sebagai seorang mubaligh yang sejuk, ia juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Karya tulisnya banyak dibukukan untuk dijadikan pedoman dalam beragama. Di antara karya-karyanya ialah Naskah Kesyukuran; Naskah Entheng, Serat Kawruh Islam Kawedar; Upaya Mewujudkan Muhammadiyah Sebagai Gerakan Amal; Pemikiran Dan Dakwah Islam; Syahadatain Kawedar; Tanya Jawab Entheng-Enthengan; Muhammadiyah adalah Organisasi Dakwah Islamiyah; Al-Islam Bagian Pertama; Menuju Muhammadiyah; Sekaten dan Tuntunan Sholat Basa Jawi; Kembali kepada Al-Qur`an dan Hadist; Chutbah Nikah dan Terjemahannya; Pilihlah Pimpinan Muhammadiyah yang Tepat; Soal-Jawab Entheng-enthengan; Sarono Entheng-enthengan Pancasila; Ruh Muhammadiyah; dan lain-lain.

Ulama kharismatik ini tidak bersedia dipilih kembali menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta, walaupun masih banyak yang mengharapkannya. Ia berharap ada alih generasi yang sehat dalam Muhammadiyah. Ia wafat pada 17 Maret 1995 di Rumah Sakit Islam Jakarta pada usia 79 tahun.

KH AHMAD DAHLAN 2

Muhammad Darwisy (Nama Kecil Kyai Haji Ahmad Dahlan) dilahirkan dari kedua orang tuanya, yaitu KH. Abu Bakar (seorang ulama dan Khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan Nyai Abu Bakar (puteri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga). Ia merupakan anak ke-empat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlul'llah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).

Muhammad Darwisy dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Ia menunaikan ibadah haji ketika berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah. Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwisy. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus dirubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.
Pada usia 20 tahun (1888), ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama Ahmad Dahlan. Sepulangnya dari Makkah ini, iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah.


Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).


Sebagai seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya, ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri, yaitu :

"Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).


Dari pesan itu tersirat sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.
Kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi.


Untuk membangun upaya dakwah (seruan kepada ummat manusia) tersebut, maka Dahlan gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di Indonesia. Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut. Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya.


Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Ia dikenal sebagai salah seorang keturunan bangsawan yang menduduki jabatan sebagai Khatib Masjid Besar Yogyakarta yang mempunyai penghasilan yang cukup tinggi. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.


Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.


Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.


Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan mensiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kan,u wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).


Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan. Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur'an baru, yang menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan perkataan, "Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur'an dan Hadits. Umat Islam harus kembali kepada Qur'an dan Hadits. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir".


Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum).


Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut :


1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.

2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.

3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.

4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan.