Rabu, 29 Juni 2011
http://pcmdekso.blogspot.com/2011/06/amalan-amalan-bulan-syaban.html
Amalan-Amalan Bulan Sya’ban
Oleh Sugiyanta, S.Ag, M.Pd
Sebentar lagi bulan Sya’ban datang. Kemudian bulan yang ditunggu-tunggu, Ramadlan. Lalu apa yang mesti kita perbuat:
1.         Bersungguh-sungguh menentukan tanggal 1 Sya’ban
Hal
 ini harus dilakukan guna mempermudah dalam penentuan awal Ramadlan. 
Karena sesuai Rasulullah sabdakan bahwa satu bulan kadang-kadang 
berjumlah dua puluh sembilan hari kadang-kadang tiga puluh hari. Hal ini
 sesuai dengan ilmu astronomi bahwa bulan mengitari bumi selama 29,5 .. 
hari. Pada hari ke-dua puluh sembilan umat Islam melakukan ru’yatul 
hilal untuk menentukan apakah esoh hari sudah bulan baru (Ramadlan) 
ataukah masih tanggal tiga puluh sya’ban.
2.         Berdoa menyambut hilal baru
Sebagaimana yang disebutkan dalam:
سنن الترمذي - (ج 11 / ص 347) حَدَّثَنَا
 مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ 
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ سُفْيَانَ الْمَدِينِيُّ حَدَّثَنِي بِلَالُ 
بْنِ يَحْيَى بْنِ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ 
جَدِّهِ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ : أَنَّ
 النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى 
الْهِلَالَ قَالَ اللَّهُمَّ أَهْلِلْهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ 
وَالْإِيمَانِ وَالسَّلَامَةِ وَالْإِسْلَامِ رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Sunnad
 at-Tirmidzi – (11/347) – menceritakankan kepada kami Muhammad bin 
Basysyar, menceritakan kepada kami Abu ‘Amir al-‘Aqadi, menceritakan 
kepada kami Sulaiman bin Sufyan al-Madini, menceritakan kepadaku Bilal 
bin Yahya bin Thalhah bin ‘Ubaidillah dari ayahnya dari kakeknya Thalhah
 bin ‘Ubaidillah: bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam dulu bila 
melihat hilal, beliau berkata:(اللَّهُمَّ أَهْلِلْهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالْإِيمَانِ وَالسَّلَامَةِ وَالْإِسْلَامِ رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ) Ya Allah, terbitkanlah hilal itu kepada kami, dengan keberkahan, keimanan, keselamatan, dan keislaman. (Jadikanlah dia) hilal kebaikan dan petunjuk. Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah. Abu ‘Isa berkata: hadist ini hasan gharib
Catatan: Doa ini bukan doa khusus bulan Ramadlan, tetapi doa setiap kita melihat hilal.   
3.         Mengganti puasa Ramadlan sebelumnya yang tertinggal. 
Sungguh
 melalui hadist shahih Ummul Mu’minin Aisyah radliallahu ‘anha sering 
mengganti puasa Ramadlan yang tertinggal pada bulan Sya’ban karena 
bulan-bulan sebelumnya beliau lebih banyak bertugas mendampingi Nabi 
shalallahu ‘alaihi wa salam.
4.         Memperbanyak puasa
صحيح البخاري - (ج 7 / ص 78) حَدَّثَنَا
 عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي النَّضْرِ 
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ
 رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى 
نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ فَمَا 
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ 
صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا 
مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
Dalam
 Shahih al-Bukhari – (7/78) menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf,
 mengabarkan kepada kami Malik dari Abi an-Nashr dari Abi Salamah dari 
‘Aaisyah radlallahu ‘anhu: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam selalu
 berpuasa hingga kami berkata: Beliau tidak pernah berbuka. Beliau 
selalu berbuka hingga kami berkata: Beliau tidak berpuasa. Aku tidak 
pernah melihat Rasulullah shalallahu alaihi wa salam berpuasa sebulan 
penuh kecuali Ramadlan, dan aku tidak pernah melihatnya memperbanyak 
puasa kecuali dalam Sya’ban.
Dan masih banyak lagi hadist yang menerangkan untuk memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban.
5.         Tidak perlu melakukan puasa nishfu sya’ban.
Puasa
 nishfu sya’ban adalah puasa yang dilakukann pada tanggal 13, 14, 15 
bulan sya’ban dengan keyakinan bahwa Allah akan turun ke bumi saat 
matahari terbenam dan akan mengampuni dosa-dosa orang yang melakukan 
puasa pada pertengahan Sya’ban, seperti hadist-hadist berikut:
إذا
 كانت ليلة النصف من شعبان، فقوموا ليلها، وصوموا يومها: فإن الله تبارك و 
تعالى ينزل فيها الشمس إلى السماء الدنيا، فيقول: ألا من مستغفر فأغفرله،  …
Apabila datang malam nishfu sha’ban (pertengahan bulan Sya’ban),
 maka lakukanlah sholat di malamnya, dan berpuasalah di siang harinya. 
Sebab Allah tabaroka wa ta’ala turun ke langit dunia pada waktu 
terbenamnya matahari, dan berkata: Adakah orang yang meminta ampunan 
sehingga Aku akan mengampuninya. …(HR Ibn Majjah)
Hadist ini diriwayatkan Imam Ibn Majjah dalam Sunannya hadist no. 1388. Akan tetapi para ulama hadist menegaskan bahwa hadist ini dhaif jiddan (lemah sekali) atau bahkan maudlu (palsu). Dalam jalur sanadnya ada Abu Bakr bin Abdullah bin Muhammad bin Ibn Abi Sabrah.
 Para ulama menuduhnya telah memalsukan hadist. Imam Ahmad, Imam Ibn 
Hibban, Imam al-Hakim dan Ibn ‘Adli menuduhnya sebagai pemalsu hadist, 
sebagaimana disebutkan dalam Tahdzib at-Tahdzib. Menurut Imam 
al-Mundziri, hadist tersebut dhaif. Demikian pula menurut al-Bushairy 
dalam Kitab Zawaid Ibn Majjah. Kesimpulan hadist tersebut dhaif (lemah) 
atau bahkan maudhu (palsu). Wallahu a’lam bishawab. (Dinukil dari Bagaimana Memahami Hadist Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam karya DR. Yusuf Qardhawi, Karisma, Bandung, 1999, lihat Juga Puasa Sunnah Hukum dan Keutamaannya, Karya Usamah Abdul Aziz, Darul Haq, Jakarta, 2004, Hal 62.)
Atau
 mungkin berkeyakinan bahwa puasa nishfu sya’ban sama dengan puasa 
selama 120 tahun seperti yang dkatakan oleh hadist palsu berikut:
Ali bin Abi Thalib radliallahu ’anhu bahwa Rasulullah bersabda:
فإنْ أصْبح فِي ذلك اليومِ صائما كانَ كِصيامِ سِتِّينَ سَنَةً مَاضِيَةً و ستين سنة مُسْتَقْبَلَةً
Bila
 pada hari itu seseorang berpuasa maka ia seperti berpuasa selama enam 
puluh tahun yang lalu dan enam puluh tahun yang akan datang.
 HR Ibn al-Jauzi dalam al-Maudlu’at (hadist-hadist palsu) Hadist ini 
dikumpulkan oleh Ibn al-Jauzi dalam kitab al-Maudlu’at yaitu kitab 
memuat hadist-hadist palsu. Jadi hadist di atas MAUDLU atau palsu. 
Hadist-hadist
 berkenaan dengan puasa Nisfu Sya’ban berderajad dlaif/lemah dan 
maudlu/palsu. Sehingga tidak syah melaksanakan puasa nisfu sya’ban 
berdasarkan hadist tersebut. Keutamaan puasa nisfu Sya’ban sama dengan 
puasa pertengahan bulan (puasa putih yaitu tanggal 13, 14, 15) sama 
dengan keutamaan pertengahn bulan lainnya. 
6.         Tidak perlu melakuan shalat alfiyah
Shalat
 alfiyah adalah shalat malam yang dilakukakan pada pertengahan guna 
menghidup-hidupkan pertengahan Sya’ban. Disebut shalat alfiyah atau 
shalat seribu karena di dalam shalat malam yang dilakukan dalam 100 
rakaat itu dibacakan surat al-Ikhlas seribu kali yaitu setiap rakaatnya 
membaca surat al-Ikhlas 10 kali. 
Adapun hadist-hadist yang berkenaan dengan shalat nishfu sya’ban berdasarkan hadist palsu berikut:
سنن
 ابن ماجه - (ج 4 / ص 301)حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ 
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَنْبَأَنَا ابْنُ أَبِي سَبْرَةَ عَنْ 
إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ 
جَعْفَرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: قَالَ
 رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَتْ 
لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا 
نَهَارَهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى 
سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ
 أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا 
كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
Dalam
 Sunan Ibn Majah (4/301) – Menceritakan kepada kami al-Hasan bin ‘Ali, 
menceritakan kepada kami ‘Abdurrazaq menegaskan kepada kami dari Ibn Abi
 Sabrah dari Ibrahim bin Muhammad dari Mu’awiyah bin ‘Abdillah bin 
Ja’far dari ayahnnya dari ‘Ali bin Abi Thalib, ia berkata: Rasulullah 
shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: Bila malam pertengahan bulan 
Sya’ban tiba maka lakukanlah shalat di malamnya dan puasa pada siangnya,
 karena sesungguhnya Allah turun pada malam itu saat matahari tenggelam 
ke langit dunia, lalu berfirman: Adakah orang memohon ampun? Maka Aku 
pasti mengampuninya, Adakah orang yang meminta-minta? Maka Aku pasti 
memberinya. Adakah orang yang tertimpa musibah? Maka Aku pasti 
menyelamatkannya. Adakah seperti ini? Adakah seperti ini? Hingga tebit 
fajar.
Akan tetapi hadist ini dhaif jiddan/lemah
 sekali. Sisi kelemahan hadist ini pada Ibn Abi Sabrah (beliau adalah 
Abu Bakar bin Abdillah bin Muhammad bin Ibn Abi Sabrah). Ibn Ma’in 
mengatakan: Hadistnya sangat lemah. Ibn al-Madini berkata: Dia perwai 
yang lemah hadistnya. Ibn Adi berkata: mayoritas riwayatnya tidak shahih
 dan dia termasuk para pemalsu hadist.
الموضوعات - (ج 2 / ص 127) أما
 طريق على عليه السلام: أنبأنا محمد بن ناصر الحافظ أنبأنا أبو على الحسن 
بن أحمد بن الحسن الحداد أنبأنا أبو بكر أحمد بن الفضل بن محمد المقرى 
أنبأنا أبو عمرو عبدالرحمن بن طلحة الطليحى أنبأنا الفضل بن محمد الزعفراني
 حدثنا هارون بن سليمان حدثنا على بن الحسن عن سفيان الثور عن ليث عن مجاهد
 عن على بن أبى طالب عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال - ما يملى - ) يا على ( من صلى مائة ركعة في ليلة النصف، يقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب وقل هو الله أحد عشر مرات قال النبي صلى الله عليه وسلم: يا على ما من عبد يصلى هذه الصلوات إلا قضى الله عز وجل له كل حاجة 
Dalam
 Kitab al-Maudlu’at karya Ibnul Jauzi (2/129) – melaui jalur Ali 
‘alaihis-salam: Muammad bin Nashir al-Hafidz – Abu Ali al Hasan bin 
Ahmad bin al-Hasan al-Hadad – Abu Bakar bin al-Fadhl bin Muhammad 
al-Mukri – Abu Amru ‘Abdurrahman bi Thalhah al-Thalihi – al-Fadhl bin 
Muhammad al-Za’farani – Harun bin Sulaman – Ali bin al-hasan dari Sufyan
 ats-Tsauri dari Laits dari Mujahid dari Ali bin Abi Thalib dari Nabi 
shalallahu ‘aialihi wa salam, bahsanya beliau bersabda: Wahai ‘Ali. 
Siapa yang shalat seratus rakaat dalam malam nishfu (pertengahan 
sya’ban), dengan membaca pada setiap rakaatnya dengan al-Fatihah dan 
‘qul huwallahu ahad seratus kali? Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam: Wahai
 ‘Ali tidaklah dari seorang hamba melakukan shalat dengan shalat ini 
kecuali Allah ‘aza wa jala akan memenuhi baginya seluruh keperluannya.
Ibnul Jauzi menuliskannya dalam al-Maudhu’at karena keyakinannya bahwa hadist ini maudhu’/palsu. Ibnul Qayyim dalam al-Manarul Munif
 (hal 98-99) berkata: Diantara contoh hadist-hadist maudhu’ adalah 
tentang shalat nishfu sya’ban. ... Padahal shalat seperti ini baru 
disusupkan dalam Islam setelah tahun 400 h ... Imam an-Nawawi dalam Fatawa (hal 26) berkata: Shalat Rajab dan Sya’ban keduanya merupakan bid’ah yang jelek dan munkar.
7.         Tidak mengkhususkan ziarah kubur pada bulan Sya’ban
Sebagaimana diketahui ziarah kubur diperbolehkan untuk dua manfaat. Yaitu ibrah
 (pelajaran – bahwa kita akan mati), mendoakan orang Islam yang 
meninggal. Ziarah kubur diperbolehkan kapan saja dan dimana saja asalkan
 yang berdekatan dengan rumah kita atau kebetulan saja kita lewat 
kuburan. Adapun menyengaja mengunjungi kuburan para orang shalih yang 
jauh-jauh (seperti ziarah wisata) tidak ada contoh dari Nabi atau 
shahabat yang melakukannya. Demikian juga mengkhususkan ziarah kubur 
pada bulan Sya’ban, juga tidak pernah dicontohkan oleh nabi dan para 
shahabat. 
Meyakini
 mengunjungi makam tertentu pada waktu tertentu dengan keutamaan 
tertentu harus disertai dalil-dalil dari as-Sunnah al-Makbulah.
8.         Tidak melakukan puasa satu dua hari untuk mendahului puasa Ramadlan sebagai bentuk kehati-hatian.
Sungguh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam melarang melakukannya. 
سنن الترمذي - (ج 3 / ص 109) حَدَّثَنَا
 أَبُو سَعِيدٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ الْأَشَجُّ حَدَّثَنَا أَبُو 
خَالِدٍ الْأَحْمَرُ عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ الْمُلَائِيِّ عَنْ أَبِي 
إِسْحَقَ عَنْ صِلَةَ بْنِ زُفَرَ قَالَ كُنَّا عِنْدَ عَمَّارِ بْنِ 
يَاسِرٍ ...
 فَقَالَ عَمَّارٌ مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يَشُكُّ فِيهِ النَّاسُ 
فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dalam
 Sunnan al-Tirmidzi (3/109) – menceritakan kepada kami Abu Sa’id 
Abdullah bin Said al-Asyajj mengabarkan kepada kami Abu Khalid al- Ahmar
 dari Amr bin Qais al-Mulai dari Abi Ishaq dari Shilah bin Zufar, ia 
berkata: Dulu kami bersama ‘Ammar bin Yasir ... maka ‘Ammar berkata: Barangsiapa puasa pada hari yang manusia ragukan sungguh dia sudah durhaka kepada Abu al-Qasim shalallahu alahi wa salam.
Hari
 yang manusia ragukan adalah hari sesudah tanggal 29 Sya’ban yaitu 
ketika saat itu orang-orang ragu-ragu apakah hari itu tanggal 30 Sya’ban
 ataukah 1 Ramadlan. Islam mengatur hendaknya kita puasa sesudah kita 
yakin bahwa saat itu sudah tanggal 1 Ramadlan yaitu ditandai terlihatnya
 hilal pada maghrib. Dan Abu al-Qasim adalah Muhammad shalallahu ‘alaihi
 wa salam. Wallahu a’lam bishshawab
 
Luar biasa, kita harus berhati-hati dalam beribadah biar tidak sia-sia.
BalasHapusAlhamdulilLah ,pencerahan,,
BalasHapusAlhamdulillah.. Mendapat pencerahan.. Kmrn sempet bimbang cz banyak yg share terkait puasa sya'ban ini...
BalasHapusAlhamdulillah, sesungguhnya berhati-hati dalam beribadah adalah pemeliharaan iman seorang insan dengan nyata... Aamiin . Matur nuwun untuk pencerahan
BalasHapusAlhamdulillah jazakumullah Khairan katsiran
BalasHapus
BalasHapusAlhamdulillah jazakumullah Khairan katsiran
Alhamdulillah, syukron atas ilmunya
BalasHapusAlhamdulillah terima kasih pencerahannya
BalasHapusAlhamdulillah..trimakasih pencerahannya..sdh tdk bimbang dan ragu lagi..jazakumullahu khairan katsir..
BalasHapusAlhamdulillah,maturnuwun...smoga Alloh selalu menjaga hati kita.aamiin
BalasHapusAamiin akhirnya jadi lebih msntaab
BalasHapusAlhamdulillah,makin jelas dan makin mantap. Barakallah atas pencarahannya.
BalasHapusALHAMDULILLAH ADA PENCERAHAN.TAPI KENAPA YA PEMAHAMAN MUHAMAADIYAH DAN NU SELALU ADA
BalasHapus